SUBANG, TINTAHIJAU.com – Ketika kita mengingat masa kecil, seringkali yang terlintas dalam benak adalah kenangan manis dan sederhana yang membentuk bagian berharga dalam perjalanan hidup kita.
Era tahun 80-90an adalah masa di mana komunikasi digital seperti yang kita kenal saat ini belum mendominasi kehidupan kita. Era sebelum handphone, komputer, Internet, email, dan media sosial membuat surat menjadi media komunikasi yang paling murah dan populer, terutama di kalangan remaja.
Salah satu kenangan yang mungkin dialami oleh banyak remaja pada era tersebut adalah pertukaran surat dengan seorang sahabat. Surat mingguan, seperti yang sering kita panggil, merupakan cara istimewa untuk menjalin persahabatan dan mengisi hari-hari kita dengan keceriaan, itulah yang kemudian disebut sebagai sahabat pena.
Setiap Minggu, setelah mandi pagi dan sarapan, saya akan duduk menunggu dengan penuh harap di teras rumah, menantikan suara akrab Pak pos yang datang mengantar surat-surat sahabat pena tersebut.
Bagi sebagian dari kita, itu adalah momen yang dinantikan setiap minggu. Entah apa yang akan terjadi, entah siapa yang akan menulis surat untuk kita, perasaan itu tetap sama: antusias dan penuh kegembiraan.
“Dear Kin Sanubary yang ganteng kayak sekoteng belum mateng,” demikianlah salah satu bunyi tulisan dari seorang sahabat pena di awal surat yang ditulisnya sebagai cara dia membuka perkenalannya.
Bagi muda-mudi saat itu, ber-sahabat pena atau surat menyurat antar sahabat, berkirim surat kepada artis idola dan menyurati penyiar pujaan baik di stasiun radio lokal ataupun radio siaran luar negeri, merupakan hobby tersendiri.
Berkirim surat kepada Kedutaan Besar atau kantor perwakilan negara sahabat yang ada di Indonesia (Jakarta) merupakan keasyikan lain dari hobby ber-korespondensi tersebut. Kita bahkan bisa meminta goody bag yang biasanya berisi ballpoint, kalender, buku-buku ataupun majalah yang disediakan oleh kantor-kantor kedutaan tersebut.
Terkadang mereka akan membalas surat kita dengan mengirimkan kamus, buku profil negara tersebut, peta, prangko atau media cetakan lainnya yang hadir dalam bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia.
Senang rasanya bila kita mendapat balasan dari mereka. Sebagai contoh bahwa penulis pernah dikirimi buku “Presiden-Presiden Amerika Serikat” tahun 80, yaitu berisi profil pemimpin Amerika Serikat (AS) dari sejak Presiden George Washington (1732-1799) hingga Presiden Ronald Reagan, Presiden AS ke-40.
Pertukaran surat ini adalah bagian penting dalam menjalani masa kecil penulis. Ketika amplop surat dibuka, perasaan senang itu langsung menyapu hati saya. Hanya membaca kalimat pertama, saya sudah tidak bisa menahan tawa.