SUBANG, TINTAHIJAU.com – Indonesia sebentar lagi akan menyelenggarakan pesta demokrasi besar-besaran, yakni pemilihan umum (pemilu). Di saat yang bersamaan, masa jabatan para anggota lembaga legislatif periode 2019-2024 akan segera berakhir.
Salah satu aspek menarik yang muncul dalam konteks ini adalah pemberian dana pensiun kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI setelah masa jabatannya berakhir.
Menurut Undang-Undang (UU) 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tinggi/Tinggi Negara dan bekas anggota Lembaga Tinggi Negara, anggota DPR akan menerima dana pensiun yang ditanggung negara setelah masa jabatannya selesai.
Hal ini mencakup hak pensiun seumur hidup, meskipun masa jabatannya hanya berlangsung selama lima tahun per periode masa jabatan.
Pasal 13 UU 12/1980 menjelaskan bahwa besarnya pensiun pokok per bulan dihitung sebagai 1% dari dasar pensiun untuk tiap satu bulan masa jabatan, dengan ketentuan bahwa pensiun pokok tersebut tidak boleh kurang dari 6% dan tidak lebih dari 75% dari dasar pensiun.
Pembayaran pensiun diberikan kepada anggota DPR secara penuh selama mereka masih sehat. Namun, apabila anggota DPR meninggal, pemberian dana pensiunnya akan dihentikan, kecuali jika yang bersangkutan masih memiliki suami atau istri, dalam hal ini penerimaan pensiun tetap diberikan, meskipun dengan nilai yang berkurang dari saat penerima masih hidup.
Terkait dengan besaran uang pensiun, Surat Menteri Keuangan No S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPRRI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 menyebutkan bahwa anggota DPR akan menerima pensiun sebesar 60% dari gaji pokok. Selain itu, mereka juga berhak atas tunjangan hari tua (THT) yang dibayarkan sekali sebesar Rp15 juta.
Berikut adalah besaran uang pensiunan anggota DPR berdasarkan jabatan:
1. Anggota DPR yang merangkap sebagai ketua: Rp 3,02 juta (60% dari gaji Rp 5,04 juta per bulan)
2. Anggota DPR yang merangkap sebagai wakil ketua: Rp 2,77 juta (60% dari gaji pokok Rp 4,62 juta per bulan)
3. Anggota DPR yang tidak merangkap jabatan: Rp 2,52 juta (60% dari gaji pokok Rp 4,20 juta per bulan)
Hal ini menimbulkan pertanyaan seputar apakah pemberian dana pensiun kepada anggota DPR merupakan kewajiban negara yang adil ataukah beban tambahan bagi keuangan publik. Diskusi terbuka mengenai masalah ini menjadi penting untuk memastikan keseimbangan antara hak-hak pejabat publik dan keberlanjutan keuangan negara.
Seiring dengan mendekatnya pemilihan umum, perbincangan seputar hal ini mungkin akan semakin meningkat, mengingat dampaknya terhadap citra demokrasi dan tata kelola negara.
Sumber: CNBC Indonesia