Menelisik Rantai Pasokan Perdagangan Anjing di Solo Hingga Jadi Bisnis Kuliner

Cuplikan gambar dari rekaman kekejaman terhadap anjing di sebuah rumah jagal di Solo. Lebih dari 13 ribu ekor anjing dibantai setiap bulan untuk dipasok ke puluhan warung makanan daging anjing di kota ini.(Supplied: Dog Meat Free Indonesia )

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kota Solo, yang lama dikenal sebagai pusat perdagangan anjing dan kuliner daging anjing, tengah menghadapi tantangan serius terkait bisnis kontroversial ini.

Sejumlah rumah jagal yang terutama beroperasi di wilayah utara seperti Banjarsari telah menjadi bagian dari lingkaran bisnis perdagangan anjing yang diyakini telah berjalan puluhan tahun.

Menurut data dari Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI), ada sekitar 80 warung di Solo yang menjual olahan daging anjing.

Warung-warung ini tersebar di berbagai tempat, mulai dari pinggir jalan hingga gang-gang kampung, dengan menyajikan berbagai menu seperti sate jamu, rica-rica jamu, sate gukguk, dan sebagainya.

Investigasi oleh tim koalisi DMFI mengungkap bahwa bisnis perdagangan anjing ini melibatkan suplier, pengepul, jagal, hingga pedagang kuliner olahan daging anjing. Ratusan hingga ribuan ekor anjing dikirim ke Solo dari wilayah Jawa Barat, seperti Pangandaran, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Jalur distribusi ini disusupi melalui jalur tikus pada malam hari, yang relatif sulit terdeteksi oleh petugas.

Koordinator Koalisi DMFI, Mustika Chendra Purnomo, menjelaskan bahwa bisnis ini sudah berjalan puluhan tahun dan melibatkan jaringan kuat antara penyedia anjing, pengepul, jagal, dan pedagang kuliner olahan daging anjing. Mereka saling kenal dan menjalankan operasi mereka dengan cara yang rahasia dan cepat.

Tingginya tingkat konsumsi daging anjing di Solo menjadi pemicu utama berkembangnya bisnis ini. Di setiap pinggir jalan besar, pedagang kuliner olahan daging anjing mampu menarik perhatian penggemar kuliner tersebut.

Meskipun Koalisi DMFI dan komunitas pencinta anjing seperti Sahabat Anjing Surakarta (SAS) telah berupaya mengungkap kekejaman dalam bisnis ini, tingkat konsumsi masih tinggi.

Ketua SAS, Fredi Irawan, menyebutkan bahwa Solo dan sekitarnya masih menjadi ladang subur bagi bisnis perdagangan daging anjing. Pengiriman anjing dari Jawa Barat dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui jalur tikus, menghindari razia petugas. Modus operandi yang mirip dengan transaksi sabu-sabu membuat bisnis ini sulit diawasi.

Penting untuk dicatat bahwa dalam bisnis ini, pengepul tidak memedulikan kondisi kesehatan anjing. Anjing-anjing lokal, termasuk yang sakit dan tua, ikut dipotong demi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Fredi juga menyebut adanya jagal skala besar yang dapat memotong puluhan ekor anjing per hari.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, akhirnya menyadari urgensi mengakhiri praktik perdagangan daging anjing di kota ini. Langkah tegas diambil, termasuk mencari solusi bagi para pelaku usaha dan penggemar kuliner daging anjing.

Temuan limbah pemotongan anjing yang dibuang ke sungai yang bermuara di Bengawan Solo menjadi sorotan, dan masyarakat berharap tindakan tegas ini dapat memberikan perlindungan terhadap hewan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Sumber: solopos.com