SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pada hari Kamis, 15 Februari 2024, pemerintah Jepang merilis data yang menunjukkan bahwa negara itu telah tergelincir menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia.
Data tersebut menunjukkan penurunan posisi Jepang di bawah Jerman dalam hal ukuran ekonomi pada tahun 2023. Posisi teratas masih dipegang oleh Amerika Serikat (AS), diikuti oleh China yang terus berupaya menyalip AS.
Menurut para analis, penurunan ini mencerminkan kehilangan daya saing dan produktivitas ekonomi Jepang, terutama karena penduduknya menua dan jumlah anak yang lebih sedikit.
Jepang sebelumnya telah jatuh dari peringkat kedua menjadi peringkat ketiga pada tahun 2010, ketika ekonomi China mulai tumbuh pesat. Dana Moneter Internasional telah memproyeksikan penurunan Jepang ke peringkat keempat.
Perbandingan antara ekonomi negara-negara didasarkan pada produk domestik bruto (PDB) nominal, yang tidak mencerminkan kondisi nasional yang berbeda-beda, dan diukur dalam dolar.
PDB nominal Jepang mencapai $4,2 triliun tahun lalu, atau sekitar 591 triliun yen. Sedangkan PDB Jerman mencapai $4,4 triliun. Dalam rupiah, ekonomi Jepang mencapai senilai Rp61.714,8 triliun.
Data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi Jepang menyusut pada tingkat tahunan sebesar 0,4% untuk kuartal Oktober-Desember yang terbaru, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 1,9% dari tahun sebelumnya. Hal ini menyoroti tantangan yang dihadapi Jepang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Dalam upaya memperkuat ekonomi, baik Jepang maupun Jerman telah mengandalkan bisnis kecil dan menengah yang produktif. Namun, Jerman menunjukkan fondasi ekonomi yang kokoh, didukung oleh euro yang kuat dan tingkat inflasi yang stabil, sementara yen yang lemah menjadi faktor negatif bagi Jepang.
Tetsuji Okazaki, seorang profesor ekonomi di Universitas Tokyo, menyatakan bahwa Jepang mungkin akan memiliki kehadiran yang lebih kecil di panggung global di masa depan, mengingat realitas melemahnya ekonominya. Dia juga menyoroti perubahan dalam industri, seperti munculnya kendaraan listrik, yang menggoyahkan keunggulan sektor otomotif Jepang.
Jurang antara negara-negara maju dan berkembang semakin menyusut, dengan India diprediksi akan melampaui Jepang dalam PDB nominal beberapa tahun ke depan. Upaya untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja di Jepang telah melibatkan opsi seperti imigrasi dan penggunaan robotika, tetapi tantangan masih besar.
Jepang, yang sebelumnya dijuluki sebagai “keajaiban ekonomi” karena kemajuannya setelah Perang Dunia II, sekarang menghadapi masa depan yang tidak pasti. Produk “Made In Japan” yang dulu mendapat reputasi sebagai produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau, kini mungkin hanya menjadi kenangan.
Para pengusaha seperti Soichiro Honda dari Honda Motor Co. dan Konosuke Matsushita dari Panasonic Corp. dahulu menjadi simbol keberhasilan Jepang Inc., tetapi tantangan baru menantang masa depan ekonomi Jepang.
Meskipun banyak faktor yang belum terungkap, para analis memandang prospek Jepang dengan ketidakpastian. Dalam beberapa dekade mendatang, Jepang mungkin menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan inovasi dan adaptasi untuk memperkuat kembali posisinya dalam perekonomian global.
Sumber: KOMPAS.tv