SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kabar mengejutkan datang dari Kabupaten Sukabumi ketika seorang Kepala Sekolah Sekolah Dasar (SD) ditangkap oleh pihak kepolisian atas tuduhan melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap 10 siswinya.
Lebih mengerikan lagi, tindakan tercela tersebut dilakukan di dalam ruang kelas.
AKBP Tony Prasetyo, Kepala Kepolisian Resor Sukabumi, mengungkapkan bahwa para korban telah membuat laporan pada bulan Februari 2024, namun perbuatan pelaku telah dimulai sejak Januari 2023 lalu. Pelaku yang telah ditangkap tersebut berusia 53 tahun dan merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Kami telah menangani dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur, dengan laporan polisi tertanggal 7 Februari 2024. Setelah melakukan penyelidikan intensif, kami berhasil mengumpulkan informasi bahwa terdapat 10 korban dalam kasus ini,” ujar Tony seperti yang dilansir oleh detikJabar dikutip Minggu (25/2/2024).
Sesuai dengan prosedur penanganan kasus yang melibatkan korban anak, Tony tidak merinci lokasi kejadian tersebut secara spesifik, termasuk kecamatan dan nama sekolah dasar tempat kejadian berlangsung.
“Kami tidak dapat menyebutkan secara detail lokasi kejadian, mengingat sifatnya yang sensitif. Namun, kejadian ini melibatkan kepala sekolah yang melakukan tindak pencabulan terhadap murid-muridnya. Terdapat 10 anak yang menjadi korban, dengan rentang usia antara 10 hingga 12 tahun,” jelas Tony.
Kejadian ini terungkap setelah salah satu orang tua korban melaporkan tindakan tersebut, yang ternyata sudah terjadi sejak tahun 2023.
“Pelaku, yang juga seorang ASN berusia 53 tahun, menjabat sebagai kepala sekolah. Perbuatan ini dilakukan mulai Januari 2023 hingga Februari 2024. Ungkapannya setelah orang tua korban melapor,” tambah Tony.
“Tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah ini meliputi pelukan, ciuman, dan meraba bagian sensitif tubuh anak-anak tersebut. Umumnya, perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan pada saat jam sekolah, di tengah waktu istirahat,” lanjutnya.
Tony menjelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan tanpa adanya ancaman, dan hingga saat ini pihak kepolisian masih melakukan pendalaman untuk mengetahui apakah ada unsur lain yang dipakai pelaku untuk mempengaruhi korban.
“Ancaman tidak dilakukan terhadap korban. Namun, kami masih mendalami lebih lanjut apakah pelaku menggunakan rayuan atau adanya unsur paksaan. Hal ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut,” terangnya.
Akibat perbuatannya, pelaku akan dijerat dengan pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang mengancam dengan hukuman penjara antara 5 hingga 15 tahun.
“Ancaman pidana yang dihadapi adalah 5 hingga 15 tahun penjara. Pelaku ini juga memiliki status keluarga. Terkait dengan korban, kami telah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan bantuan pasca-trauma,” tutup Tony.