Tidak kita pungkiri, bahwa momentum kompetisi politik di awal tahun 2024 ini telah menorehkan banyak ketidak warasan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik yang dilakukan oleh para pemimpin bangsa, elit politik, tokoh-tokoh hingga kepada rakyat biasa.
Karena perilaku tidak waras itu maka melahirkan ketegangan-ketegangan politik dan sosial pada seluruh elemen bangsa, yang tidak mustahil akan berujung terhadap keretakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Perilaku pemimpin yang culas dan serakah, lebih mengedepankan kepentingan pribadi, keluarga dan golongannya, menjadi hal yang lumrah dan tak memiliki lagi rasa malu dan etika luhur berbangsa dan bernegara. Bahkan etika buruk tersebut makin dikuatkan oleh para politisi dan tokoh-tokoh yang memiliki kepentingan pragmatis kekuasaan dan ekonomi.
Para elit politik bangsa ini, sudah terbiasa mengumbar janji-janji palsu dan kebohongan, untuk tujuan hanya sebatas elektoral memenangkan kontestasi politik yang sedang berlangsung. Beragam cara bahkan menghalalkan segala cara dilakukan elit politik agar mendapatkan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat. Perilaku “menyogok” suara rakyat dengan uang yang besar untuk memuluskan tujuannya, menjadi hal yang lumrah dilakukan para politisi. Jika dulu budaya sogok menyogok suara rakyat dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, hingga muncul istilah “serangan fajar” maka saat ini, tidak lagi serangan dilakukan saat malam gelap, tapi dilakukan di siang bolong dengan gerakan yang masif dan terstruktur.
Ketidak warasan inipun juga muncul dari rakyat sendiri yang sudah terstigma bahwa momentum pemilu adalah “panen” rakyat dalam mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dari para calon yang sedang berkompetisi. Calon yang hanya datang memberikan gagasan ternyata kalah laku dengan calon yang datang dengan oleh-oleh “amplop” walau tak memiliki gagasan program ke depan. Yang ada dalam benak rakyat, saat didatangi para calon dan timses calon adalah; uang, uang dan uang.
Sementara itu tidak sedikit para pelaku ekonomi bangsa ini (oligarki) begitu besar kepentingannya “menunggangi” kekuasaan, demi mempertahkan jatah “kue” yang mereka dapatkan selama ini. Hanya kamuflase saja mereka ngomong untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tapi sesungguhnya mereka sedang menumpuk pundi-pundi keuntungan bisnis mereka sendiri.
Di sisi lain, sang penyelenggara pemilu juga sedang dihadapkan dengan situasi sulit, antara menjunjung tinggi nilai-nilai pemilu yang jurdil dengan juga kepentingan pragmatis dan “tekanan-tekanan” kepentingan yang sedang mendera mereka. Keputusan akhir yang diambil oleh penyelanggara pemilu bisa jadi memicu gelombang besar rakyat yang makin “gerah” atas situasi yang sedang terjadi.
Dampak besar yang sangat dikhawatirkan dari ekses pemilu saat ini adalah terjadinya polarisasi di masyarakat yang akan melemahkan nilai-nilai kebersamaan dan persatuan, menghancurkan martabat bangsa yang berbudi luhur berdasarkan Pancasila, sehingga akan membahayakan terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sungguh Allah Maha Bijaksana, di saat masyarakat sedang mengalami kekeringan jiwa, keburaman hati, keletihan pikiran dan kekeruhan suasana, Dia hadirkan Bulan Ramadhan untuk mengembalikan kewarasan kita, setelah selama ini ketidak warasan itu telah menghinggapi seluruh elemen negara dan masyarakat.
Ramadhan itu hadir “Yukhrijuhum minad dzulumati ilaa nuur” (mengeluarkan manusia dari gelapnya tarikan-tarikan kepentingan dunia, kepada kemurnian cahaya hidup yang sesungguhnya Allah ridhoi). Ramadhan hadir; membersihkan penyakit-penyakit kejiwaan, mengikis keserakahan dan kesombongan. Serta memupuk nilai-nilai nasionalisme sejati yang tak terkotori oleh kepentingan-kepentingan pragmatisme sesat dan menyesatkan.
Pantas jika Rasulullah SAW begitu gembira dengan hadirnya Ramadhan…. “Wahai kaum muslimin, sungguh telah datang bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah…”. Karena Ramadhan adalah obat yang paling mujarab bagi manusia setelah 11 bulan lamanya manusia telah dikotori dengan karat-karat; kemusyrikan, kemunafikan, kefasikan dan kedzaliman.Sebab surga Allah tidak akan pernah dimasuki oleh manusia-manusia yang kotor..
Wallohu alam biss sowwab.
KH. Ade Sugianto SIP. SAN, Penulis Adalah Ketua YPI Al-Ukhuwah Pagaden Subang