OPINI: ARD PLAYMAKER ATAU PERAN ANTAGONIS?

Ruhimat-Agus Masykur-Eep Hidayat-Asep Rochman Dimyati (ARD), adalah nama-nama yang tidak bisa dipisahkan dari suksesi pemilihan Bupati Subang 2018. Dengan pasangan calon Ruhimat-Agus Masykur (Jimat-Akur), Eep sebagai pimpinan partai pengusung bisa disebut coach jika dianalogikan sepak bola.sedangkan ARD adalah playmaker saat itu.

Mungkinkah hal serupa akan terulang dipilkada Subang 2024? Ada 2 sisi yang bisa dipakai untuk meraih kesimpulan. Pertama_opini publik, kedua_analisa berdasarkan kepentingan politik praktis.

Dari sisi opini publik jelas bahwa mereka tidak akan mengulang sejarah. Beberapa bulan pasca dilantik, Jimat melenggang dan menyatakan diri menjadi kader PDIP. Hubungan antara Jimat dan Eep pun dikabarkan tak harmonis, demikian halnya Hubungan Jimat dengan ARD. Kondisi diperparah dengan deklarasi partai NasDem (Eep),mengusung ARD sebagai bakal calon Bupati 2024. Cukup fakta untuk menimbulkan opini bahwa mereka berempat tidak lagi seirama.

Bagaimana jika dipandang dari sisi kepentingan politik? Mungkinkah mereka memiliki Kans untuk kembali bersama dipilkada 2024? Selain melihat hasil survey yang hingga kini masih menempatkan pasangan Jimat-Akur dipapan teratas (meski masih jauh dari gambaran hasil pilkada), bisa pula apa yang terjadi seperti disebutkan di atas adalah fakta-fakta charade. black, white, sometimes mixed with grey. leaning forward leaning left and right sometimes backwards. Itulah politik praktis.

Beberapa hal akan menjadi pertanyaan ketika fenomena hubungan mereka di atas kita sebut charade. Mari kita ulas beserta jawabannya;

Untuk apa charade? Perlu dimaklumi bahwa ARD dan Eep adalah orang yang akan diburu oleh banyak pihak ketika Paslon Jimat-Akur menang. Dengan banyak kepentingan,tim sukses dibawah koordinasi Eep dan ARD dipastikan meminta untuk difasilitasi agar kepentingannya “terkabul” oleh Jimat-Akur. padahal dibalik itu, Eep dan ARD pun pasti memiliki kepentingan untuk pribadi dan golongannnya. Tengoklah bagaimana ARD mulus menjadi ketua KONI Subang dan APINDO Subang.

Jimat sama sekali tidak menjegal padahal posisi ini berunsur politis. Lihat lah berapa besaran anggaran KONI? Ini mengindikasikan harmonisasi antara ARD dan Jimat masih terjaga. Bagaimana dengan Eep? Tentu saja karena Eep adalah pemimpin partai maka manuvernya tidak akan tampak. Di KONI, Eep secara organisatoris berada di dalamnya dan siapa yang bisa menyangkal bahwa Eep tidak pernah merekomendasikan nama pejabat OPD?

Jika memang mereka (Jimat-Akur-Eep-ARD) sinergi, mengapa ARD dideklarasikan menjadi bakal calon Bupati oleh Eep(NasDem)?

Bukankah itu menimbulkan zona baru dalam peta politik Subang? Benar sekali,namun perlu kita ingat bahwa secara natural akan ada penantang petahana. Zona baru tersebut adalah kebutuhan mutlak dari sebuah peta politik modern. ARD adalah figur yang memiliki potensi untuk menjadi penantang petahana di 2024. Eep dan Jimat tidak ingin membiarkan ARD bermanuver diluar kendalinya. Maka diraihlah ARD dengan diiming – imingi sebagai bakal calon bupati yang akan diusung Eep pada 2024. Dipercantik dengan fakta masuknya Ruhimat ke PDIP saat itu. Padahal dimasa politik praktis modern saat ini tidak mudah seseorang mendapat rekomendasi dari DPP partai.

Jika ini adalah skenario Eep tanpa sepemahaman ARD, maka ARD pun bukan tidak waspada. Naluri politiknya pasti jalan dan baginya tentu saja berpura-pura tidak paham tidaklah rugi. Ingat, ARD menjawab pinangan Eep setelah 6 bulan. Bagi ARD,dengan menerima pinangan tersebut setidaknya nilai popularitas dia mendapat kenaikan serta nilai jualnya sebagai politikus bertambah baik. Jikapun ARD tidak mendapat rekomendasi dari DPP NasDem, nilai tukar dan popularitas ARD tidak bisa dihapus.

Meski identitasnya melekat pada jabatan, politik tidaklah sekedar jabatan. Dalam hal lain, nama Ruhimat makin populis bersama PDIP, terlepas nyaman atau tidak Ruhimat dikandang banteng, satu point telah dia cetak; PDIP kaget ketika tiba-tiba “jagoan”nya mundur dari partai sementara selama ini PDIP tidak mempopulerkan kader lain untuk pilkada. Satu tanda Ruhimat piawai dalam berpolitik praktis.

Lantas bagaimana jika ARD sendiri ikut merancang skenario? dimana posisinya? Dipastikan ARD hanya sebagai pemenuh kebutuhan politik modern. Posisinya sebagai bakal calon penantang telah menempati bagian dari diagram politik Subang. Mau tidak mau, suka tidak suka, Jimat dalam pemerintahannya akan menghadapi golongan oposisi. Kaum oposan jika tidak terakomodir dan tidak terwadahi akan lebih merepotkan. Maka diperankanlah ARD untuk mengisi pola ini. Kita bisa menyaksikan, selama 5 tahun Jimat-Akur memimpin, nyaris tidak ada gejolak yang berarti. ARD sebagai pemeran antagonis dalam digram politik Subang berhasil mereduksi kaum oposan.

Apa tujuan Jimat masuk ke rumah Banteng(PDIP)?
Saat ini kita pahami bahwa keputusan jimat tersebut lebih pada kepentingannya dalam menjalin sinergitas dengan PDIP mengingat banteng adalah partai penguasa nasional dan atau di subang saat itu. Dengan demikian proyek strategis nasional bisa tercover langsung dan atau hubungan baik dengan DPRD bisa terjaga demi mulusnya kebijakan-kebijakan dipemerintahannya. Keluarnya Jimat dari Rumah banteng pasca habisnya masa jabatan dia adalah bukti yang sulit disangkal atas pertanyaan ketiga ini.

Dilain bab, Hal ini juga mengindikasikan kecermatan Jimat dalam membaca arah politik PDIP Subang yang saat ini masih dalam pengaruh besar salah satu aktor besar di Subang,Maman Yudia. Ruhimat sepertinya punya asumsi bahwa kreatifitas politiknya tidak akan bebas berimajinasi ketika ada jalinan kepartaian dengan “master” Maman.

4.Apakah Eep mengijinkan Jimat masuk PDIP? Bukankah ini artinya berbagi kue kekuasaan? Bukan tidak mungkin, justru ini adalah skenario Eep dengan narasi terahir pada notulensi termaktub sebagai berikut; Jimat akan kembali ke NasDem.

Berbagi tidak lebih merepotkan apalagi ada nilai tukar daripada dipinta atau diserang. kira-kira demikian konsepnya. Lantas apakah ada motif lain dari Eep dengan membiarkan Ruhimat jadi kader (sesaat) PDIP? tidak menutup kemungkinan Eep memang ingin melengkapi kemenangannya atas rival politik semasa pertama kali terjun. Kita ketahui diera pasca reformasi, di Subang muncul 3 sekawan. Bambang Herdadi, Eep dan Maman Yudia(PDIP) adalah tiga kekuatan PDIP Subang kala itu (dominant political force in Subang).

Hingga kini BEM (singkatan nama mereka) masih melegenda. Bambang diketahui kemudian menjadi pengusaha. Sementara Eep dan Maman masih bergelut dalam politik praktis. Keluarnya Eep dari PDIP bukan karena dia menyerah atas kenyataan rivalitasnya dengan Maman, tapi ingin menunjukan kepiawaiannya dalam memetik dawai politik. Dia ingin menunjukan kemampuannya meloncat. Pernyataan mundurnya Jimat dari PDIP menjadi pukulan telak bagi PDIP dan kemenangan politik bagi Eep atas Maman dalam perang imajinasi.

Pembaca yang Budiman, beberapa bulan lagi Subang akan kembali menggelar pilkada. Bagaimana Jika ARD tetap nyalon? Apakah itu serta merta menjadi bantahan atas probabilitas-probabilitas di atas (sub point’ nomor 2)? Tentu saja tidak. Pasca dilantik, Jimat-Akur butuh lawan yang diciptakan. Apakah tetap bukan suatu bantahan apabila ARD justru menjadi lawan dengan posisi calon wakil? Apapun posisinya, ketika ARD berada dalam kapasitas sebagai penantang, tidak menutup kemungkinan masih bagian dari skenario pemenangan Jimat-Akur.

Jika persepsi penulis benar, bukan tidak mungkin mereka segera merubah konsep. Itu adalah ranah mereka sebagai pelaku politik praktis ketika sebuah schedule politik tidak lagi menjadi rahasia. Perubahan skema dipastikan akan segera dilakukan ketika tulisan ini dianggap dapat mempengaruhi asumsi publik. Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa strategi politik yang mereka jalankan (Jimat-Akur,Eep,ARD) didalamnya pasti mengandung trik yang mendukung terimplementasinya pemasaran relasional. Menjaga konstituen dan mempertahankan irama politik telah mereka mulai sejak pasca kemenangan pilkada 2018. Dipastikan kekuatan-kekuatan tersembunyi telah mereka siapkan.

Dengan demikian, masa kampanye 2024 nanti tidak diisi dengan promosi ala hot promo atau midnight sale. Pemasaran relasional adalah strategi pemasaran politik paling jitu dan tidak bertentangan dengan kaidah demokrasi.

Semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi para aktor politik untuk semakin getol dalam berlomba membuat skenario demi terciptanya tatanan politik yang membawa kemaslahatan bagi rakyat.

Taswa Witular, Penulis dikenal sebagai konsultan politik nasional