Serangan Siber Meningkat Tajam: IMF Ungkap Potensi Kerugian Hingga Triliunan Rupiah

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) telah menggambarkan sebuah ancaman besar yang dihadapi perusahaan di seluruh dunia: serangan siber.

Berdasarkan laporan tersebut, perusahaan dapat mengalami kerugian hingga US$2,5 miliar atau setara dengan Rp40,5 triliun akibat serangan siber. Ini menjadi sorotan serius karena potensi kerugian tersebut terjadi dalam interval waktu yang relatif pendek, yaitu setiap 10 tahun sekali.

Ketika melihat angka tersebut, kerugian sebesar US$2,5 miliar dapat mencapai sekitar 800 persen dari rata-rata pendapatan operasional perusahaan. Dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek finansial, tetapi juga mengancam likuiditas dan solvabilitas perusahaan tersebut.

Laporan Global Financial Stability Report IMF yang dikutip dari laman CNN Indonesia, Minggu (05/5/2024) menunjukkan bahwa meskipun kerugian langsung yang dilaporkan oleh perusahaan akibat serangan siber tidak terlalu besar, sekitar $0,4 juta, namun kerugian tersebut mungkin tidak mencakup total kerugian yang sebenarnya.

Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang tidak melaporkan kerugian tidak langsung akibat serangan siber, seperti hilangnya bisnis, kerusakan reputasi, atau investasi dalam keamanan siber.

Serangan siber telah menjadi ancaman yang semakin nyata sejak pandemi Covid-19. Jumlah serangan ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan periode sebelumnya, menciptakan peluang bagi para pelaku kejahatan siber untuk mencuri data sensitif, mengganggu operasional, dan menghambat aktivitas bisnis.

Meskipun serangan siber terutama dikenal melalui gangguan jaringan, pelanggaran data, pemerasan dunia maya, phising, spoofing, dan rekayasa sosial, IMF mencatat bahwa teknologi dan inovasi dalam layanan keuangan juga dapat memperburuk risiko. Kecerdasan buatan (AI), sementara membantu meningkatkan deteksi risiko, juga dapat dieksploitasi oleh para hacker.

Ketergantungan pada teknologi digital telah memberikan kesempatan bagi pelaku kejahatan siber untuk melancarkan serangan yang semakin canggih dan merugikan. Data menunjukkan bahwa serangan siber yang dilaporkan pada tahun 2023 meningkat secara signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

IMF memperkirakan bahwa total kerugian yang diakibatkan oleh serangan siber periode setelah pandemi hampir mencapai US$28 miliar. Namun, perkiraan ini mungkin masih di bawah dari total kerugian sebenarnya jika kerugian tidak langsung juga diperhitungkan.

Faktor-faktor seperti ketidaksesuaian laporan perusahaan dan jumlah kerugian yang dilaporkan memainkan peran penting dalam pemahaman risiko serangan siber. Kurangnya persyaratan formal bagi perusahaan untuk melaporkan serangan siber di banyak negara, terutama di negara berkembang, juga menjadi tantangan tersendiri.

Dengan ancaman serangan siber yang semakin meningkat, perusahaan perlu meningkatkan keamanan siber mereka dan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko yang terus berkembang di era digital ini.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini