Iuran Tapera Tidak Efektif Menjadi Solusi Kepemilikan Rumah bagi Buruh

Demo Buruh Tolak Potongan Iuran Tapera | Foto: Pradita Utama

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Para buruh menilai bahwa iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak memberikan solusi nyata bagi masyarakat untuk memiliki rumah. Mereka bahkan menyebut pembayaran iuran Tapera sebagai hal yang sia-sia, karena iuran yang dikumpulkan tidak cukup untuk membayar uang muka (down payment/DP) rumah.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Azis, menyatakan bahwa jumlah iuran yang dikumpulkan melalui Tapera tidak akan pernah cukup untuk membayar DP rumah, bahkan jika iuran tersebut dikumpulkan selama puluhan tahun. Hal ini disampaikan Riden dalam sebuah aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis, dikutip dari laman detikFinance, Jum’at (7/6/2024).

Riden menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, yang merevisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, adalah kebijakan yang tidak masuk akal. Di tengah melemahnya daya beli dan kenaikan upah yang tidak signifikan, para pekerja justru dibebani lagi oleh iuran Tapera.

“Sudah banyak potongan terhadap gaji buruh, mulai dari BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, kami meminta pemerintah mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 dan mencari skema lain agar masyarakat bisa mempunyai rumah,” tegas Riden. Ia menyarankan pemerintah untuk mengusulkan skema-skema lain seperti rumah susun yang lebih terjangkau bagi para buruh.

Menurut Riden, iuran Tapera harus ditolak karena dana yang dihimpun dari masyarakat tidak akan cukup untuk membeli rumah. Ia mencontohkan harga jual rumah yang dipatok oleh BTN sekitar Rp 190 juta, yang sangat tidak mungkin dapat dicapai dengan iuran 3% yang harus dibayar oleh buruh dan pengusaha. “Pemerintah tidak adil,” imbuhnya.

Dalam keterangan resminya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa kebijakan Tapera akan merugikan dan membebani pekerja. Ia juga berpendapat bahwa iuran Tapera membuat pemerintah melepaskan tanggung jawab dalam menyediakan rumah, karena pemerintah hanya bertindak sebagai pengumpul iuran tanpa mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Said Iqbal juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi korupsi dalam pengelolaan dana Tapera serta ketidakjelasan dan kerumitan proses pencairan dana. “Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana,” pungkasnya.

Dengan demikian, para buruh mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan iuran Tapera dan mencari solusi alternatif yang lebih efektif dan adil bagi kepemilikan rumah bagi masyarakat, terutama para pekerja.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini