Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menjadi sorotan karena tidak hanya ditujukan untuk pekerja warga negara Indonesia, tetapi juga untuk pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi kesenjangan kepemilikan rumah di Indonesia yang masih tinggi. Dalam paparan di Kantor Staf Presiden, Komisioner Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menjelaskan segmentasi peserta Tapera yang diatur dalam Undang-Undang Tapera.
Segmentasi peserta Tapera mencakup berbagai jenis pekerja, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMDes, pekerja mandiri, pekerja swasta, hingga pekerja asing dan lain-lain. Bahkan pekerja yang menerima upah di bawah upah minimum juga dapat menjadi peserta Tapera. Kebijakan ini merupakan langkah progresif dalam menciptakan kesetaraan dalam kepemilikan rumah di Indonesia.
Pemerintah mewajibkan pengusaha untuk mendaftarkan pekerja mereka sebagai peserta Tapera paling lambat pada Mei 2027. Sebagai konsekuensinya, pekerja harus membayar iuran sebesar 3 persen dari gaji mereka, di mana 0,5 persen ditanggung oleh pengusaha dan 2,5 persen dibayarkan oleh pekerja. Iuran tersebut akan dipotong dari gaji pekerja setiap tanggal 10.
Langkah pemerintah ini sejalan dengan konsep grand design Tapera, yang tidak hanya mengandalkan pemerintah dalam mengatasi masalah perumahan, tetapi juga melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui konsep menabung daripada sekadar iuran, Tapera memberikan kesempatan bagi semua pekerja, termasuk pekerja asing, untuk memiliki rumah yang layak.
Meskipun demikian, implementasi Tapera pada pekerja asing juga memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana mengelola iuran dari pekerja asing yang mungkin memiliki status keimigrasian yang berbeda-beda. Selain itu, sosialisasi yang efektif tentang manfaat Tapera juga perlu dilakukan kepada pekerja asing untuk memastikan mereka memahami kontribusi mereka dalam program ini.
Implementasi Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada pekerja asing di Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan hambatan yang perlu diatasi agar program ini dapat berjalan dengan efektif dan memberikan dampak yang positif dalam mengatasi kesenjangan dalam kepemilikan rumah di Indonesia.
Salah satu tantangan utama adalah perbedaan status keimigrasian pekerja asing. Indonesia memiliki beragam jenis visa untuk pekerja asing, seperti visa kerja, visa kunjungan, atau kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam kewajiban dan kemampuan pekerja asing untuk berpartisipasi dalam program Tapera. Misalnya, pekerja dengan visa kunjungan mungkin tidak dapat menjadi peserta Tapera karena keterbatasan waktu tinggal mereka di Indonesia.
Selain itu, sosialisasi yang efektif tentang manfaat dan kewajiban program Tapera juga menjadi hambatan. Pekerja asing mungkin kurang memahami pentingnya program ini dalam jangka panjang, terutama jika mereka hanya tinggal sementara di Indonesia. Perbedaan bahasa dan budaya juga dapat menjadi penghambat dalam menyampaikan informasi tentang Tapera kepada pekerja asing.
Aspek regulasi juga menjadi tantangan dalam implementasi Tapera pada pekerja asing. Peraturan tentang ketentuan keikutsertaan pekerja asing dalam program ini perlu diatur secara jelas dan komprehensif. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara berbagai lembaga terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan BP Tapera, untuk memastikan bahwa implementasi Tapera pada pekerja asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain tantangan tersebut, hambatan lain yang perlu diatasi adalah pemahaman masyarakat tentang peran pekerja asing dalam program ini. Beberapa masyarakat mungkin memiliki pandangan negatif terhadap keikutsertaan pekerja asing dalam program perumahan nasional, menganggap bahwa program ini seharusnya hanya untuk warga negara Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya kampanye penyuluhan yang lebih luas untuk memperjelas bahwa partisipasi pekerja asing dalam Tapera juga dapat memberikan manfaat bagi pembangunan perumahan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi semua.
Mengatasi tantangan dan hambatan dalam implementasi Tapera pada pekerja asing di Indonesia dapat membawa dampak dan implikasi yang signifikan. Langkah ini tidak hanya akan mengatasi kesenjangan dalam kepemilikan rumah tetapi juga berpotensi menciptakan kesetaraan akses terhadap perumahan yang layak bagi semua pekerja di Indonesia, termasuk pekerja asing. Dampak dan implikasi ini dapat dilihat dari berbagai aspek, termasuk ekonomi, sosial, dan kebijakan publik.
Dari segi ekonomi, keikutsertaan pekerja asing dalam program Tapera dapat meningkatkan jumlah dana yang tersedia untuk pembangunan perumahan. Dengan kontribusi dari pekerja asing, dana Tapera dapat dimanfaatkan untuk membangun lebih banyak rumah yang terjangkau, yang pada gilirannya dapat mengurangi defisit perumahan di Indonesia. Selain itu, peningkatan jumlah rumah yang terjangkau dapat merangsang sektor konstruksi dan industri terkait, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pada tingkat mikroekonomi, pekerja asing yang berpartisipasi dalam Tapera juga dapat merasakan manfaat dari program ini. Mereka akan memiliki akses yang lebih baik terhadap perumahan yang layak, yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka selama bekerja di Indonesia. Hal ini juga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja asing, yang pada akhirnya berdampak positif pada perusahaan tempat mereka bekerja.
Secara sosial, inklusi pekerja asing dalam Tapera dapat meningkatkan hubungan antara pekerja asing dan masyarakat lokal. Dengan memiliki akses yang sama terhadap perumahan, pekerja asing akan lebih mudah berintegrasi dalam komunitas setempat, yang dapat mengurangi potensi konflik sosial dan meningkatkan kohesi sosial. Selain itu, langkah ini juga menunjukkan komitmen Indonesia terhadap prinsip kesetaraan dan inklusi, yang dapat meningkatkan citra Indonesia di mata internasional sebagai negara yang ramah terhadap tenaga kerja asing.
Namun, ada implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi dan mekanisme pengawasan yang efektif diterapkan untuk mengelola partisipasi pekerja asing dalam Tapera. Hal ini termasuk pengaturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban pekerja asing dalam program ini, serta mekanisme untuk memastikan bahwa kontribusi mereka digunakan secara transparan dan akuntabel. Selain itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan perusahaan dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa pekerja asing mendapatkan informasi yang tepat dan akurat mengenai Tapera, serta dukungan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam program ini.
Dari perspektif kebijakan publik, keberhasilan implementasi Tapera pada pekerja asing juga dapat menjadi model bagi negara-negara lain dalam mengelola isu perumahan bagi tenaga kerja asing. Ini dapat memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana merancang kebijakan perumahan yang inklusif dan berkelanjutan, yang dapat diadopsi oleh negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa.
Secara keseluruhan, mengatasi tantangan dan hambatan dalam implementasi Tapera pada pekerja asing dapat membawa dampak positif yang luas bagi Indonesia. Ini tidak hanya akan membantu mengurangi kesenjangan dalam kepemilikan rumah tetapi juga menciptakan kesetaraan akses terhadap perumahan yang layak bagi semua pekerja. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam bidang perumahan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup seluruh pekerja di Indonesia, baik warga negara Indonesia maupun pekerja asing.
Andhika Wahyudiono, Penulis adalah Dosen UNTAG Banyuwangi