Pembatasan BBM Pertalite: Tanggapan Pengamat dan Dampak bagi Masyarakat

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai bahwa pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengenai rencana pembatasan BBM Pertalite mulai 17 Agustus adalah langkah yang gegabah. Menurutnya, pernyataan tersebut dapat menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat karena tidak disertai sosialisasi yang memadai.

Dalam acara Polemik Trijaya FM pada Sabtu, 13 Juli, Fahmy menyatakan bahwa ketidakjelasan dari pernyataan Luhut dapat menyebabkan masyarakat mengira harga BBM subsidi akan naik pada 17 Agustus. “Statement Luhut itu tidak jelas dan menimbulkan simpang siur, ketidakjelasan ini menyebabkan pemahaman rakyat terhadap statement itu, seolah-olah nanti pada 17 Agustus itu harga BBM subsidi akan naik,” ujarnya.

Fahmy menambahkan, pemerintah harus segera memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat mengenai pernyataan tersebut untuk menghindari masalah yang lebih serius. “Kalau ini tidak dibetulkan dalam komunikasi publik, saya khawatir jelang 17 Agustus akan terjadi panic buying dan masyarakat berbondong-bondong ke SPBU, lalu terjadi kelangkaan. Itu karena sistem Luhut menurut saya ngawur dan gegabah,” imbuhnya.

Senada dengan Fahmy, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPI), Mirah Sumirat, mengatakan bahwa pernyataan Luhut tersebut semakin memperburuk kondisi pekerja, terutama kelas menengah rentan. Menurutnya, sejak 2020 kondisi pekerja di Indonesia sudah cukup mengenaskan, mulai dari PHK besar-besaran karena pandemi hingga kenaikan harga bahan pokok.

“Jadi statement Pak Luhut itu makin memperburuk dan mengkhawatirkan kami pekerja buruh karena kondisi pekerja buruh sangat tidak baik-baik saja sejak 2020, sejak ada UU Cipta Kerja. Jadi regulasi ini pelanggaran HAM,” kata Mirah.

Mirah juga menolak keras keputusan pemerintah untuk membatasi BBM bersubsidi. Menurutnya, praktik pembatasan ini tidak memiliki mekanisme yang jelas dan akan menimbulkan banyak kerusuhan dan keributan jika diterapkan.

“Kenapa harus dibatas-batasi. Lagi pula mekanismenya seperti apa belum klir, secara teknis di lapangan belum clear. Menurut saya ini akan terjadi banyak kerusuhan, keributan kalau diterapkan dan apakah ini yang dimau pemerintah,” pungkasnya.

Anggota BPH Migas, Saleh Abdurrahman, yang merupakan inisiator pembatasan, menyatakan bahwa ia belum mengetahui rencana pembatasan yang dimulai pada 17 Agustus 2024 tersebut. “Ini yang mesti kita tunggu, apakah sebelum atau setelah 17 (Agustus) kita belum ada yang tahu,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memberi sinyal bahwa pemerintah akan semakin membatasi pemberian subsidi mulai 17 Agustus 2024. Saat ini, subsidi diberikan terhadap sejumlah barang termasuk BBM bagi masyarakat tidak mampu.

“Kami berharap 17 Agustus (2024) ini orang yang tidak berhak mendapat subsidi akan bisa kami kurangi,” ucap Luhut dalam unggahan akun Instagram @luhut.pandjaitan, Selasa (9/7).

Luhut menambahkan bahwa pengurangan subsidi BBM dapat berdampak besar dalam mengatasi inefisiensi yang terjadi selama ini. Begitu pula dengan program subsidi lainnya.

Dengan banyaknya pendapat dan kekhawatiran yang muncul, tampaknya pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih hati-hati dan melakukan sosialisasi yang lebih intensif agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini