JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode 2024-2029 kemungkinan besar akan melaksanakan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam sebuah konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Menurut Dasco, revisi UU Pilkada merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan berbagai aspek yang dinilai masih belum sempurna. Pernyataan ini menegaskan komitmen DPR untuk terus melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap regulasi pemilihan daerah guna memastikan pelaksanaan Pilkada yang lebih baik di masa mendatang.
Proses Revisi UU Pilkada yang Bertahap
Dasco menjelaskan bahwa revisi UU Pilkada bukanlah suatu hal yang dilakukan secara tiba-tiba. Proses revisi ini sebenarnya sudah dimulai sejak Januari 2024 dan terus berproses secara bertahap. Salah satu faktor yang mendorong perlunya revisi UU Pilkada adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru-baru ini mengabulkan tuntutan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait ambang batas pencalonan kepala daerah.
Dalam putusannya, MK menetapkan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik didasarkan pada perolehan suara sah pemilu berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dengan persentase yang setara dengan pencalonan perseorangan. Putusan ini menimbulkan berbagai reaksi dan kekhawatiran mengenai potensi kompleksitas yang akan timbul pada Pilkada mendatang.
Menghindari Konflik dalam Tatanan Pilkada
Sebelumnya, DPR sempat berencana untuk mengakomodasi permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora dalam revisi UU Pilkada agar mereka bisa mengusung calon kepala daerah dengan ambang batas yang lebih rendah. Namun, untuk menghindari gangguan terhadap tatanan Pilkada yang sudah disusun oleh partai politik, DPR akhirnya memutuskan untuk mengembalikan porsi syarat pencalonan sebesar 20 persen.
Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas dan kepastian hukum dalam proses Pilkada yang sudah semakin dekat dengan tahap pendaftaran. Dengan demikian, revisi UU Pilkada yang direncanakan oleh DPR periode 2024-2029 akan menjadi upaya lanjutan untuk memastikan bahwa regulasi ini dapat mengakomodasi perubahan tanpa menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya.
Reaksi Publik dan Demonstrasi
Rencana pengesahan revisi UU Pilkada oleh DPR pada rapat paripurna yang digelar Kamis, 22 Agustus 2024, menuai berbagai reaksi dari publik. Beberapa kelompok masyarakat menggelar demonstrasi di sejumlah kota untuk menolak pengesahan revisi tersebut, mengingat proses pembahasan yang terkesan tergesa-gesa setelah putusan MK dikeluarkan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pada 20 Agustus 2024, MK memutuskan untuk mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang sebelumnya ditetapkan sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik di DPRD, atau 20 persen kursi DPRD, menjadi 7,5 persen perolehan suara pada pemilu sebelumnya, khususnya untuk DKI Jakarta.
Revisi UU Pilkada yang direncanakan oleh DPR RI periode 2024-2029 mencerminkan upaya untuk menyempurnakan regulasi pemilihan kepala daerah di Indonesia. Meski demikian, proses revisi ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai dampak yang mungkin timbul, termasuk reaksi dari berbagai pihak yang terlibat. Dalam hal ini, DPR diharapkan dapat menciptakan regulasi yang tidak hanya adil dan demokratis, tetapi juga stabil dan dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.