JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Minggu lalu, kabar mengejutkan datang dari dunia teknologi, di mana Pavel Durov, CEO aplikasi pesan populer Telegram, dilaporkan telah ditahan di bandara dekat Paris. Penahanan ini merupakan bagian dari penyelidikan awal terhadap Telegram yang dituduh melanggar beberapa peraturan Uni Eropa, termasuk pelanggaran terkait layanan digital.
Menurut laporan terbaru dari Engadget, Durov telah dibebaskan dari tahanan kepolisian setelah membayar uang jaminan sebesar €5 juta. Meski demikian, ia diwajibkan tetap tinggal di Perancis “di bawah pengawasan pengadilan” dan harus melapor ke kantor polisi dua kali seminggu selama penyelidikan berlangsung.
Penangkapan Durov yang terjadi pada 24 Agustus ini merupakan respons atas serangkaian tuduhan serius yang dilayangkan terhadap platform Telegram. Tuduhan tersebut antara lain terkait dengan distribusi, penawaran, atau penyediaan gambar-gambar pornografi anak di bawah umur dalam sebuah kelompok terorganisasi. Investigasi terhadap kasus ini dimulai pada 8 Juli lalu, namun identitas individu yang diduga terlibat dalam penyebaran konten ilegal tersebut belum diungkap.
Menanggapi situasi ini, pihak Telegram merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa perusahaan telah mematuhi semua hukum yang berlaku di Uni Eropa. Mereka menegaskan bahwa tidak masuk akal jika sebuah platform atau pemiliknya harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan yang dilakukan oleh pihak ketiga di dalam platform tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan internasional karena melibatkan salah satu aplikasi pesan terenkripsi terbesar di dunia, yang dikenal dengan komitmennya terhadap privasi pengguna. Telegram, dengan basis penggunanya yang luas, kerap menjadi bahan perdebatan di berbagai negara terkait regulasi dan penyalahgunaan platform.