JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Buletin Epidemiologis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk wilayah Asia Selatan-Timur baru-baru ini melaporkan bahwa mayoritas penderita Mpox atau cacar monyet berasal dari kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki, atau sering disebut gay.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama periode 14 Juli 2022 hingga 18 Agustus 2024, sebanyak 923 kasus cacar monyet dilaporkan dari Thailand, Indonesia, Sri Lanka, dan Nepal.
WHO merekomendasikan agar vaksinasi diprioritaskan untuk kelompok berisiko tinggi, terutama gay dan biseksual. Varian Mpox Clade 1B dilaporkan menyebar dengan cepat di kalangan laki-laki dalam kelompok usia produktif, yaitu 18 hingga 49 tahun.
Pada 14 Agustus 2024, WHO menetapkan cacar monyet sebagai darurat kesehatan dalam status “Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC)”. Penularan Mpox terjadi melalui kontak langsung dengan ruam bernanah di kulit, termasuk selama aktivitas seksual. Dr. Yudhi Pramono, MARS, Plh.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, memperkuat pernyataan WHO dengan menekankan bahwa individu yang berhubungan seks dengan banyak pasangan berisiko tinggi tertular virus ini.
Yudhi mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dengan menggunakan masker medis jika merasa tidak sehat, serta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika muncul gejala seperti ruam bernanah atau keropeng pada kulit.
Per 17 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan RI mencatat ada 88 kasus konfirmasi Mpox di Indonesia, dengan DKI Jakarta menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi sebanyak 59 kasus. Dari keseluruhan kasus, 87 pasien telah dinyatakan sembuh. Tren mingguan menunjukkan bahwa puncak kasus terjadi pada Oktober 2023.
Untuk mengetahui varian virus yang beredar di Indonesia, sebanyak 54 dari 88 kasus yang terkonfirmasi telah memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS).
Masyarakat diimbau untuk terus waspada dan mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan guna mencegah penyebaran lebih lanjut.