JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Penetapan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula menimbulkan berbagai spekulasi dan sorotan dari berbagai kalangan.
Thomas, yang biasa disapa Tom Lembong, dinilai bukan satu-satunya Menteri Perdagangan yang pernah memberikan izin impor gula dalam jumlah besar, sehingga muncul pertanyaan mengenai motif dan arah penyidikan ini.
Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan berbagai kesalahan kebijakan impor yang terjadi tidak hanya pada masa Tom Lembong, namun juga pada periode kepemimpinan Menteri Perdagangan lainnya, seperti Rachmat Gobel dan Enggartiasto Lukita. BPK mencatat setidaknya sebelas kesalahan dalam kebijakan impor pada lima komoditas utama, yaitu beras, gula, garam, kedelai, dan daging sapi.
Temuan Kesalahan dalam Kebijakan Impor
Berdasarkan temuan BPK, kesalahan dalam impor tersebut mencakup berbagai bentuk ketidakpatuhan terhadap prosedur. Beberapa izin impor ditemukan tidak melalui persetujuan dari Kementerian Koordinator Perekonomian atau tanpa rekomendasi teknis dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Selain itu, izin tersebut juga sering kali tidak didukung data kebutuhan yang akurat serta tidak memenuhi persyaratan dokumen yang diperlukan. Bahkan, beberapa izin impor diterbitkan melewati batas tenggat yang telah ditetapkan.
Contoh dari kesalahan yang diungkap BPK termasuk impor beras sebanyak 70.195 ton pada periode 2015 hingga semester I 2017 yang tidak memenuhi persyaratan dokumen dan melampaui batas waktu berlaku. Ada pula impor beras kukus sebanyak 200 ton yang tidak memiliki rekomendasi dari Kementan.
Masalah Kepatuhan pada Peraturan
Dalam laporan yang sama, BPK juga menyoroti ketidakpatuhan Kementerian Perdagangan dalam tata kelola impor pangan. BPK menemukan bahwa kuota impor untuk beberapa komoditas seperti gula kristal putih, beras, dan sapi sering kali tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri.
Sebagai contoh, pada tahun 2015 hingga semester I 2017, Persetujuan Impor (PI) untuk gula sebanyak 1,69 juta ton diterbitkan tanpa melalui rapat koordinasi yang seharusnya.
BPK juga mencatat kasus lain, seperti PI sapi sebanyak 50.000 ekor yang diterbitkan untuk Perum Bulog pada tahun 2015 tanpa rapat koordinasi. Sementara itu, izin impor daging sapi sebanyak 97.100 ton pada 2016, dengan realisasi mencapai 18.012,91 ton senilai Rp737,65 miliar, juga diberikan tanpa persetujuan yang diperlukan dari Kementan.
Kritik dan Permintaan Penyelidikan Menyeluruh
Khudori, seorang peneliti dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia, menyatakan bahwa permasalahan dalam kebijakan impor bukan hanya terjadi pada masa jabatan Tom Lembong, tetapi juga melibatkan sejumlah pejabat lain.
Ia mendesak Kejaksaan Agung untuk menyelidiki semua kasus yang berpotensi merugikan negara guna menghindari kecurigaan bahwa penyidikan hanya menargetkan individu tertentu. Menurut Khudori, langkah ini perlu diambil agar Kejaksaan Agung tidak terkesan tebang pilih.
Tom Lembong sendiri dikenal sebagai salah satu pendukung utama Anies Baswedan, calon presiden dalam Pemilu Presiden 2024. Hal ini menambah lapisan politis dalam kasus ini, yang menimbulkan spekulasi bahwa penetapan status tersangka pada Tom Lembong mungkin memiliki implikasi lebih luas
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya reformasi kebijakan impor di Indonesia agar lebih transparan dan sesuai dengan kebutuhan dalam negeri. Pemeriksaan menyeluruh terhadap kebijakan impor di berbagai periode kepemimpinan dapat membantu memperbaiki tata kelola dan memastikan tidak ada tebang pilih dalam penegakan hukum.