Ini yang Jadi Penyebab BPJS Kesehatan Tekor Hingga Rp 20 Triliun

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp20 triliun pada tahun ini, menurut pernyataan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti. Penyebab utama dari defisit ini adalah peningkatan signifikan dalam utilisasi pelayanan kesehatan yang mencapai angka 1,7 juta per hari, dibandingkan dengan hanya 252 ribu per hari beberapa tahun lalu.

Peningkatan jumlah kunjungan peserta BPJS ke fasilitas kesehatan, baik itu rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya, menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang bergantung pada layanan BPJS.

Ghufron menjelaskan bahwa utilisasi yang terus meningkat ini menjadi beban utama dalam defisit yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan. “Utilisasi itu orang pakai, jadi datang ke faskes, ke rumah sakit. Dulu hanya 252 ribu, sekarang 1,7 juta per hari,” ujarnya di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu (13/11).

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah defisit ini, BPJS Kesehatan tengah mempertimbangkan sejumlah langkah, salah satunya adalah dengan menaikkan iuran. Namun, Ghufron menyatakan bahwa pihaknya juga sedang menyiapkan alternatif lain selain kenaikan iuran, sehingga keputusan untuk menaikkan iuran belum dapat dipastikan akan diberlakukan pada tahun depan.

Pentingnya penyesuaian antara biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dengan penerimaan yang diterima menjadi kunci untuk mencegah terjadinya defisit lebih lanjut. Ghufron menegaskan bahwa BPJS Kesehatan berkomitmen untuk menghindari defisit dan memastikan pembayaran klaim tetap berjalan lancar meskipun biaya kesehatan terus mengalami inflasi.

Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby, mengungkapkan bahwa sejak 2023, terdapat gap antara biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dan penerimaan premi yang masuk. Hal ini mengakibatkan peningkatan rasio kerugian (loss ratio) yang mencapai 100 persen, yaitu selisih antara pendapatan premi dan klaim yang dibayarkan.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, BPJS Kesehatan tengah merencanakan beberapa strategi, seperti berbagi biaya (cost sharing) dan mencari dukungan melalui subsidi dari APBN. Selain itu, kenaikan iuran juga menjadi opsi untuk memastikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dengan lancar dan tidak terganggu oleh masalah keuangan.

Adapun besaran iuran yang saat ini berlaku adalah Rp150 ribu per bulan untuk peserta Kelas 1, Rp100 ribu untuk Kelas 2, dan Rp35 ribu untuk Kelas 3. Namun, peserta Kelas 3 sebenarnya diwajibkan membayar iuran sebesar Rp42 ribu, yang kemudian disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7 ribu.

Dalam menghadapi defisit ini, BPJS Kesehatan berharap dapat menemukan solusi yang efektif untuk menyeimbangkan biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima, agar program JKN dapat terus memberikan manfaat bagi masyarakat.