JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, akhirnya angkat bicara mengenai kisruh distribusi gas LPG 3 kg yang belakangan meresahkan masyarakat. Dalam pernyataannya, Bahlil mengakui adanya kesalahan dalam kebijakan yang diterapkan, meski ia menegaskan bahwa tidak ada kelangkaan LPG 3 kg di pasaran.
Kisruh LPG 3 Kg dan Kebijakan Pemerintah
Kisruh ini bermula dari upaya pemerintah menertibkan pengecer LPG 3 kg agar distribusi lebih terkendali. Menurut Bahlil, masalah utama bukanlah kelangkaan LPG, melainkan perubahan sistem distribusi dari pengecer ke pangkalan resmi. Hal ini dilakukan untuk memastikan harga LPG tetap sesuai dengan ketentuan pemerintah.
“Kelangkaan LPG sebenarnya tidak ada. Dari segi volume, pasokan untuk tahun 2024 hingga 2025 tetap sama,” ujar Bahlil dalam keterangannya di Bogor, Jawa Barat.
Namun, kebijakan ini memicu keresahan di masyarakat karena banyak pengecer yang dilarang berjualan, sehingga akses LPG bagi warga menjadi lebih sulit. Presiden RI, Prabowo Subianto, akhirnya turun tangan dan memerintahkan agar pengecer tetap diizinkan berjualan sambil bertransisi menjadi sub-agen pangkalan.
Intervensi Presiden Prabowo
Menanggapi polemik ini, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Bahlil untuk kembali mengaktifkan pengecer LPG 3 kg. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi LPG tetap berjalan lancar tanpa membebani masyarakat dengan harga yang mahal.
“Presiden menginstruksikan Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer LPG 3 kg, sembari menertibkan mereka agar menjadi sub-agen pangkalan secara bertahap,” kata Dasco.
Bahlil Mengaku Salah dan Bertanggung Jawab
Setelah mendapat arahan dari Presiden, Bahlil pun mengakui kesalahan dalam kebijakan yang diterapkan. Ia menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab penuh atas polemik yang terjadi.
“Jadi, tidak perlu menyalahkan pihak lain. Jika ada kesalahan, itu adalah tanggung jawab kami di Kementerian ESDM,” ujarnya.
Bahlil juga menekankan bahwa penataan distribusi LPG ini bertujuan agar subsidi LPG 3 kg lebih tepat sasaran. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah mengalokasikan subsidi sebesar Rp87 triliun per tahun, namun dalam praktiknya, harga jual LPG di pasaran masih jauh lebih tinggi dari harga yang seharusnya.
“Harga ideal LPG 3 kg seharusnya berkisar antara Rp18 ribu hingga Rp19 ribu. Namun, di lapangan, ada yang mencapai Rp25 ribu hingga Rp30 ribu. Ini menunjukkan adanya kebocoran dalam subsidi yang perlu diperbaiki,” jelasnya.
Selain itu, Bahlil juga mengungkap adanya praktik pengoplosan LPG 3 kg yang dijual ke industri. Menurutnya, permasalahan distribusi menjadi salah satu tantangan utama dalam memastikan subsidi LPG benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak.
Polemik LPG 3 kg menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam merancang kebijakan yang lebih matang dan mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat. Dengan adanya intervensi dari Presiden Prabowo, diharapkan distribusi LPG kembali stabil dan masyarakat bisa mendapatkan gas bersubsidi dengan harga yang sesuai.
Meski mengakui kesalahan, Bahlil menegaskan bahwa upaya pemerintah bertujuan untuk memastikan sistem distribusi yang lebih tertata dan subsidi yang lebih tepat sasaran. Kini, tantangan bagi pemerintah adalah menindaklanjuti kebijakan ini dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak serupa di masa depan.