Pakar Sebut Revisi UU TNI Dinilai sebagai Kemunduran Demokrasi

Sejumlah massa aksi berhasil menjebol pagar DPR RI di Jakarta, Kamis (20/3/2025). (Sumber: ANTARA/Khaerul Izan)

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis (20/3/2025) menuai kritik dari berbagai pihak. Pengamat hukum Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah, menyatakan bahwa revisi ini merupakan langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia.

Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam revisi UU TNI ini adalah ketentuan terkait Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Herdiansyah menilai bahwa perluasan tugas TNI dalam OMSP, seperti penanggulangan ancaman siber serta penyelamatan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri, berpotensi menghidupkan kembali militerisme di ruang sipil.

“Ada kekhawatiran ruang digital kita akan dikontrol dan diawasi oleh kekuasaan. Ini membatasi kebebasan kita di ruang digital dan sangat berbahaya,” ujar Herdiansyah, dikutip dari Kompas.com pada Jumat (21/3/2025). Menurutnya, jika negara mengendalikan ruang siber atas nama kepentingan pemerintah, maka seluruh aktivitas masyarakat bisa diawasi, yang menjadi ancaman serius bagi demokrasi.

Selain itu, akademisi Universitas Mulawarman tersebut juga mengkritisi ketentuan yang memungkinkan militer aktif menduduki jabatan sipil. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan semangat reformasi yang telah diupayakan sejak era Reformasi 1998.

“Sedari awal, kita sudah melihat bahwa ini didesain untuk memberikan karpet merah bagi militer kembali ke ruang sipil dan politik. Ini berbahaya karena mencerminkan kebangkitan kembali dominasi militer seperti di era Orde Baru,” ungkapnya.

Herdiansyah juga menyoroti proses pembahasan revisi UU TNI yang dianggap berlangsung secara tertutup dan mencurigakan. Menurutnya, partai-partai politik di DPR tampak mendukung revisi ini tanpa mempertimbangkan sejarah kekuasaan militer pada masa Orde Baru.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa revisi UU TNI ini bisa dilawan melalui upaya peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) atau melalui aksi demonstrasi dari masyarakat sipil.

“Kita sudah melihat tanda-tanda ini. Revisi UU ini bisa menjadi legitimasi bagi kembalinya gaya pemerintahan Orde Baru. Ini bukan hanya tentang satu undang-undang, tetapi tentang arah demokrasi kita ke depan,” pungkasnya.

Revisi UU TNI yang telah disahkan ini menjadi isu krusial dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Perdebatan mengenai dampaknya terhadap kebebasan sipil dan reformasi militer masih terus berlangsung, dengan berbagai pihak mendesak agar kebijakan ini ditinjau kembali demi menjaga demokrasi yang telah dibangun selama lebih dari dua dekade.

Sumber: KOMPAS.tv

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini