SUBANG, TINTAHIJAU.com – Benny Soebardja, sebuah nama yang terukir abadi di jagat rock Indonesia. Sejak era 60-an hingga 70-an, ia berdiri sejajar dengan ikon-ikon besar seperti God Bless, The Rollies, dan AKA.
Namun, yang membuatnya berbeda adalah keberaniannya menolak arus. Ketika banyak musisi sibuk membawakan ulang lagu-lagu Barat, Benny memilih jalannya sendiri—menjadi pionir musik independen yang menciptakan dan memainkan karya orisinalnya.
Tahun 1970, di Kota Bandung, ia mendirikan Shark Move—sebuah eksperimen musikal yang melahirkan album berisi komposisi asli, sesuatu yang langka di masanya. Puncak pencapaiannya datang dengan Giant Step (1977), sebuah mahakarya yang merangkum semangat progresif rock dan psychedelic dalam satu sajian yang penuh warna. Di dalamnya, lagu “Kukuh Nan Teguh” menjadi simbol keteguhan hati seorang seniman.

Album Giant Step, Sebuah Warisan Rock Nusantara
SIDE ONE:
- Kukuh Nan Teguh (Albert Warnerin)
- Hampa (Benny Soebardja)
- Mekar (Triawan Munaf)
- Untaian Warna (Albert Warnerin)
- Dialog “Tanya” (Triawan Munaf)
SIDE TWO:
- Manusia (Albert Warnerin)
- Yang T’lah Lalu (Triawan Munaf)
- Dialog “Jawab” (Triawan Munaf)
- Perih (Triawan Munaf)
- Alam Bebas (Benny Soebardja)
- Senandung Malam (Albert Warnerin)
Dengan harmoni yang mengawang, melodi yang menusuk, dan lirik yang berbicara langsung ke sanubari, album ini menjadi tonggak sejarah bagi musik progresif Indonesia. Giant Step bukan sekadar album; ia adalah perjalanan musikal yang menembus batas ruang dan waktu.
Setengah abad berlalu, legenda ini kembali bernyawa. Album Kukuh Nan Teguh dirilis ulang dalam format vinyl oleh label Kanada dalam jumlah yang sangat terbatas—hanya 50 keping tersedia untuk pasar Indonesia. Ini bukan sekadar rilisan ulang, melainkan penghormatan kepada mahakarya yang tak lekang oleh zaman. Benny sangat mengapresiasi langkah yang diambil oleh label Kanada, Strawberry Rain, yang menunjukkan ketertarikannya untuk merilis ulang karya ini. Meski dalam jumlah terbatas, niat mereka untuk menghidupkan kembali musik ini adalah hal yang patut dihargai.
Sebagai bentuk selebrasi, signing session dan peluncuran piringan hitam edisi terbaru ini akan digelar di Atlas Record, Kemang, Jakarta, pada Sabtu, 12 April 2025. Sebelumnya, acara serupa telah sukses digelar di Singapura, membuktikan bahwa gaung Giant Step masih menggema hingga ke mancanegara.
Dalam rangka merayakan warisan ini, Triawan Munaf juga menghibahkan satu keping vinyl untuk Museum Musik Indonesia. Semoga langkah ini menjadi inspirasi bagi generasi musik penerus Indonesia, agar mereka terus berkarya dengan semangat yang sama—kukuh, teguh, dan tanpa kompromi.
Benny Soebardja tak pernah kehilangan gairah bermusiknya. Baginya, ini bukan sekadar nostalgia, tetapi bukti bahwa karyanya masih dicari, dihidupi, dan dinikmati. The Peels, Shark Move, Giant Step, hingga proyek solonya adalah bukti nyata bahwa semangat seorang musisi sejati tak akan pernah padam—ia tetap kukuh, teguh, dan abadi.

Penulis: Kin Sanubary