BERLIN, TINTAHIJAU.com –Unjuk rasa besar-besaran menentang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengguncang tidak hanya wilayah domestik, tetapi juga menjalar hingga ke berbagai belahan dunia. Aksi ini menjadi simbol perlawanan global terhadap berbagai kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump di periode keduanya, termasuk restrukturisasi pemerintahan dan perluasan kekuasaan eksekutif.
Demonstrasi yang bertajuk “Hands Off” ini digelar serentak pada Sabtu, 5 April 2025, di lebih dari 1.200 lokasi di seluruh AS. Penyelenggara mencatat lebih dari 250.000 orang turut ambil bagian dalam aksi tersebut. Di pusat ibu kota Washington, DC, National Mall menjadi saksi membludaknya massa dari berbagai latar belakang usia dan kelompok sosial.
Mereka menyuarakan kekecewaan atas reformasi besar-besaran yang dilakukan oleh Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) milik Elon Musk, yang telah mengakibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap lebih dari 200.000 pegawai federal dan pemangkasan tunjangan, terutama di Internal Revenue Service dan Social Security Administration.
Ezra Levin, salah satu pendiri kelompok penyelenggara Indivisible, menyampaikan bahwa aksi ini bertujuan mengirimkan pesan kuat kepada Presiden Trump, Elon Musk, serta anggota Kongres dari Partai Republik dan pendukung gerakan MAGA. “Kami menolak intervensi mereka dalam demokrasi, komunitas, sekolah, hingga kehidupan sosial warga AS,” ujarnya kepada Reuters.
Tak hanya di AS, gelombang protes juga menggema di sejumlah kota besar dunia, termasuk Berlin, Frankfurt, Paris, dan London. Di Paris, sekitar 200 demonstran—yang sebagian besar adalah warga Amerika—berkumpul di Place de la Republique sambil membentangkan spanduk bertuliskan “Lawan Tiran”, “Aturan Hukum”, dan “Feminis untuk Kebebasan, bukan Fasisme”.
Timothy Kautz, juru bicara Democrats Abroad, menekankan pentingnya solidaritas lintas batas. “Kita harus menunjukkan solidaritas dengan ribuan demonstrasi yang berlangsung di AS hari ini,” ucapnya.
Gedung Putih pun angkat bicara terkait gelombang protes ini. Asisten sekretaris pers Liz Huston menyatakan bahwa Presiden Trump tetap berkomitmen melindungi Jaminan Sosial, Medicare, dan Medicaid bagi warga yang memenuhi syarat. Ia juga mengkritik kebijakan Demokrat yang menurutnya ingin memberikan manfaat tersebut kepada imigran ilegal, yang dapat membebani anggaran dan merugikan para manula di AS.
Aksi protes juga turut melibatkan kelompok pro-Palestina yang memprotes dukungan pemerintah AS terhadap serangan militer Israel di Gaza serta tindakan keras terhadap demonstrasi pro-Palestina di sejumlah kampus.
Menurut laporan jurnalis Al Jazeera, Mike Hanna, demonstrasi kali ini merupakan salah satu yang terbesar sejak Trump kembali menjabat. “Ini mencerminkan meningkatnya rasa frustrasi di kalangan masyarakat Amerika. Walau mungkin tidak langsung mengubah kebijakan, aksi ini menjadi momen penting untuk menunjukkan bahwa banyak warga AS menolak arah pemerintahan saat ini,” ujarnya.
Gelombang demonstrasi ini menjadi cerminan dari meningkatnya ketegangan politik dan sosial di AS dan dunia internasional, menunjukkan bahwa kepemimpinan dan kebijakan Presiden Trump terus menuai kontroversi yang melintasi batas negara.