SUBANG, TINTAHIJAU.com – Situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Subang saat ini menunjukkan dinamika yang cukup unik. Meski laju pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, angka pengangguran justru menurun. Hal ini diungkapkan oleh akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sutaatmadja (STIESA), Dr. Gugyh Susandy SE, MSI, CBM.
Menurut Dr. Gugyh, pada tahun 2020, laju pertumbuhan ekonomi Subang mencapai 5,41 persen. Namun, pada tahun 2024 angkanya turun menjadi 4,8 persen. Meski demikian, tingkat pengangguran berhasil ditekan dari 9,48 persen pada 2020 menjadi 6,73 persen pada 2024. Ia menyebut kondisi ini sebagai anomali yang menunjukkan ketidakseimbangan antara pasar tenaga kerja dan permintaan lapangan kerja.
“Permintaan tenaga kerja tidak hanya datang dari sektor swasta, tapi juga dari pemerintahan, seperti rekrutmen ASN, TNI/Polri, PPPK guru, serta kontribusi sektor pendidikan, ekonomi kreatif, dan NGO,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa angka pengangguran di Subang masih tergolong tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ketimpangan antara sektor moneter atau pasar modal dengan sektor ekonomi riil. Gugyh menyatakan bahwa aliran dana lebih banyak terkonsentrasi di sektor non-riil, sehingga investasi di sektor riil menjadi lemah.
“Jika perputaran uang lebih banyak di sektor pasar modal, maka sektor riil akan kekurangan modal. Hal ini membuat lapangan kerja sulit tumbuh,” ungkapnya.
Gugyh mengajak para pengusaha dan investor untuk lebih bijak dalam menanamkan modal, dengan memberikan perhatian lebih pada sektor riil yang berpotensi menciptakan lapangan kerja. Ia juga mendorong Pemerintah Daerah agar lebih aktif menciptakan kebijakan yang menarik bagi investor, khususnya dalam mendukung dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Subang: Smartpolitan dan Patimban, yang diproyeksikan dapat menyerap hingga 230 ribu tenaga kerja.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya peningkatan kualitas angkatan kerja agar sesuai dengan kebutuhan pasar. “Contohnya dengan masuknya perusahaan seperti BYD yang memerlukan tenaga kerja dengan kemampuan bahasa Mandarin. Apakah SDM kita siap dengan itu?” ujarnya.
Untuk itu, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan sinergi yang mampu mengurangi angka pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi Subang ke arah yang lebih berkelanjutan.