Wacana Pendidikan Karakter di Barak untuk ‘Siswa Nakal’ di Jawa Barat

BANDUNG, TINTAHIJAU.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini melontarkan sebuah gagasan yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat serta kalangan legislatif. Ia mewacanakan program pendidikan karakter yang melibatkan unsur TNI dan Polri bagi siswa yang sulit dibina, terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas, atau tindakan kriminal. Program ini direncanakan mulai dijalankan pada 2 Mei 2025 di sejumlah wilayah rawan di Jawa Barat sebagai proyek percontohan.

Menurut Dedi Mulyadi, siswa yang masuk dalam program ini akan ditempatkan di barak militer khusus selama enam bulan tanpa mengikuti kegiatan sekolah formal. Penjemputan siswa akan dilakukan langsung oleh aparat TNI ke rumah masing-masing. Pelaksanaan program ini melibatkan kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua siswa.

“Tidak harus langsung di seluruh kabupaten/kota, kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu,” ujar Dedi pada 29 April 2025.

Respons Kritik dan Alternatif Pendekatan

Gagasan ini memicu berbagai tanggapan. Salah satunya datang dari Zaini Shofari, anggota Komisi V sekaligus Ketua Fraksi PPP DPRD Jawa Barat. Menurutnya, solusi untuk mengatasi kenakalan remaja tidak bisa hanya difokuskan pada aspek disiplin melalui pendekatan militer. Ia menekankan pentingnya memperkuat ketahanan keluarga sebagai fondasi pembentukan karakter anak.

“Alih-alih membina anak, kadang justru keluarganya juga bermasalah. Maka pembinaan seharusnya dimulai dari keluarga, dengan penanaman nilai moral dan pendidikan keagamaan,” kata Zaini.

Selain itu, Zaini menilai bahwa sekolah sebenarnya telah memiliki infrastruktur seperti guru Bimbingan Konseling (BK) yang seharusnya dioptimalkan untuk membantu siswa bermasalah. Guru BK, menurutnya, bisa bersinergi dengan orang tua dan guru lain untuk memberikan pendekatan yang lebih menyeluruh.

Meski mengakui kedisiplinan sebagai salah satu keunggulan dari institusi TNI dan Polri, Zaini menilai bahwa kedisiplinan juga bisa ditanamkan melalui lingkungan rumah dan sekolah. Ia menyarankan agar pola pendidikan karakter dapat merujuk pada sistem pesantren yang terbukti mampu membentuk kedisiplinan dan memberikan bekal nilai religius bagi para santri.

Fasilitas dan Penyaluran Minat sebagai Solusi Alternatif

Zaini juga mengusulkan pendekatan lain yang lebih humanistik dengan menyediakan fasilitas publik yang mendukung penyaluran minat dan bakat anak muda. Menurutnya, remaja yang sering terlibat dalam aktivitas negatif seperti balap liar atau tawuran sebenarnya memiliki potensi dan minat yang tidak tersalurkan secara positif.

“Anak yang suka motor, mungkin punya ketertarikan pada dunia otomotif. Tapi apakah di 27 kabupaten/kota sudah tersedia fasilitas untuk itu?” ujarnya.

Sebagai solusi, Zaini menyarankan pembangunan sarana olahraga seperti tempat latihan bela diri di tiap desa atau kecamatan. Hal ini diharapkan dapat menjadi saluran energi positif bagi remaja yang memiliki kecenderungan agresif, sekaligus menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan sportivitas tanpa kekerasan.

Wacana pendidikan karakter melalui barak militer bagi siswa nakal di Jawa Barat menjadi sorotan tajam karena menyentuh isu mendalam tentang bagaimana negara harus mendidik generasi mudanya. Di satu sisi, pendekatan militer mungkin menawarkan solusi cepat dalam hal kedisiplinan, namun di sisi lain, berbagai pihak menilai bahwa pembentukan karakter membutuhkan sentuhan yang lebih lembut dan holistik, dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan komunitas secara aktif.

Perdebatan ini membuka ruang refleksi tentang bagaimana sebaiknya pemerintah menghadapi persoalan kenakalan remaja—apakah dengan pendekatan keras atau membangun ekosistem yang mendukung pertumbuhan karakter positif secara alami.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini