JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, menanggapi rencana kontroversial Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos).
Cak Imin dengan tegas menyatakan bahwa tidak diperbolehkan menambahkan syarat-syarat baru dalam penyaluran bansos yang tidak diatur oleh pemerintah pusat. Ia mengingatkan bahwa dalam regulasi resmi, tidak ada ketentuan yang mewajibkan penerima bansos untuk menjadi peserta program keluarga berencana, apalagi menjalani vasektomi.
“Aturan (vasektomi) enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” ujar Cak Imin saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (3/4).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga menegaskan bahwa partisipasi dalam program keluarga berencana bukanlah prasyarat dalam mekanisme penyaluran bansos yang berlaku saat ini. “Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi),” tambahnya, dikutip dari Antara.
Pernyataan Cak Imin ini merespons langsung gagasan yang dilontarkan Dedi Mulyadi sebelumnya. Dedi mengungkapkan bahwa kepesertaan KB, termasuk tindakan vasektomi, bisa menjadi syarat untuk menerima berbagai bentuk bantuan dari pemerintah, seperti bansos hingga beasiswa. Ia beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan efektivitas penyaluran bantuan negara agar tidak terpusat pada keluarga yang sama secara terus-menerus.
“Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai keluarga dia. Nanti uang negara mikul di satu keluarga,” ujar Dedi dalam pernyataannya di Bandung, Senin (28/4).
Menurut Dedi, pemberlakuan vasektomi sebagai syarat bansos diyakini dapat membantu mengendalikan angka kelahiran di kalangan keluarga miskin serta menciptakan distribusi bantuan yang lebih merata.
Meski demikian, rencana tersebut menuai kritik karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kebebasan individu dalam menentukan pilihan atas tubuh dan keluarga mereka. Beberapa pihak juga menilai bahwa pendekatan tersebut kurang sensitif terhadap aspek agama dan budaya yang berlaku di masyarakat Indonesia.