JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Kementerian Pariwisata dan pihak-pihak terkait tengah menyusun pedoman resmi untuk kegiatan study tour yang sering diselenggarakan oleh sekolah. Langkah ini diambil guna memastikan bahwa kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan pendidikan dan memiliki standar pelaksanaan yang jelas.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa, menjelaskan bahwa program study tour idealnya memiliki nilai edukatif yang kuat serta dikelola oleh operator yang memiliki sertifikasi resmi.
“Yang paling inti adalah education purposes-nya. Kalau saya melihat dari aspek industri ke depan, memang akan berbicara dengan ASITA, ASTINDO dan lain-lain, memang harus ada operator khusus yang menyelenggarakan study trip ini,” ujar Rizki usai menghadiri acara “Ngoprek” di Jakarta.
Minimnya Standar dan Operator Bersertifikasi
Meski kegiatan ini sudah cukup umum dilakukan, pemerintah mencatat masih banyak penyelenggaraan study tour yang tidak memiliki standar operasional yang jelas. Banyak sekolah masih menggunakan jasa agen perjalanan umum yang belum tentu memahami esensi pendidikan dari kegiatan tersebut.
“Operator yang dipilih juga belum tentu mampu menawarkan program yang ideal,” tambah Rizki. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara asosiasi industri pariwisata dan pemerintah untuk merancang standar yang lebih terstruktur dan aman bagi siswa.
Pertimbangan Risiko dan Biaya
Selain standar operasional, faktor risiko dan biaya juga menjadi perhatian utama. Penyelenggaraan study tour tanpa asesmen risiko yang memadai dapat membahayakan siswa. Di sisi lain, beban biaya yang tinggi membuat banyak orang tua kesulitan untuk mengikutsertakan anak-anak mereka.
“Di beberapa tempat, ada orang tua yang sampai harus meminjam uang karena tidak mampu. Ini juga akan jadi pembahasan lanjutan dengan pemerintah daerah,” ujar Rizki.
Kolaborasi Lintas Kementerian
Kementerian Pariwisata akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta mitra lain, termasuk dari sektor CSR, guna menyusun regulasi menyeluruh terkait tujuan pembelajaran, penginapan, transportasi, hingga pembiayaan.
Rizki juga menyampaikan bahwa Indonesia saat ini tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang sudah lebih dahulu memiliki regulasi dan operator khusus dalam pelaksanaan study tour.
Menuju Regulasi Resmi
Sebagai tindak lanjut, pemerintah tengah mempersiapkan pedoman tertulis yang akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) atau Keputusan Menteri (Kepmen). Diharapkan, dokumen ini dapat diakses secara digital pada bulan September 2025.
“Bu Menteri minta akhir tahun ini harus bisa di-download. Bisa jadi Kepmen atau Permen supaya lebih kuat,” ungkap Rizki. Jika tidak, opsi lainnya adalah membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pariwisata dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dengan hadirnya pedoman ini, pemerintah berharap kegiatan study tour bisa menjadi sarana pembelajaran yang lebih terarah, aman, dan terjangkau, serta berkontribusi dalam pengembangan karakter dan wawasan siswa.