Surat Edaran Pembatasan Jam Pelajar Dinilai Tak Mengikat, Praktisi Hukum Majalengka Minta Gubernur Jabar Ikuti Prosedur Hukum

Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mencuri perhatian publik dengan mengeluarkan surat edaran terkait pembatasan jam aktivitas pelajar di luar sekolah.

Kebijakan ini menuai beragam tanggapan, termasuk dari kalangan praktisi hukum di Kabupaten Majalengka.

Indra Sudrajat, seorang praktisi hukum di Majalengka, memberikan catatan kritis terhadap kebijakan tersebut.

Ia menilai bahwa meskipun ide yang diusung dalam surat edaran itu cukup baik, secara hukum surat edaran tidak memiliki kekuatan mengikat.

“Dari sisi gagasan, ini cukup bagus. Ini juga merupakan turunan dari undang-undang. Tapi, surat edaran hanyalah bentuk teknis, interpretasi dari peraturan, bukan produk hukum yang mengikat,” ujar Indra saat ditemui di kantornya, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, karena tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, surat edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum yang kuat.

Ia juga menyoroti tidak adanya payung hukum yang jelas dalam edaran tersebut.

“Kalau surat edaran tidak punya dasar hukum yang kuat, maka tidak ada kewajiban bagi masyarakat untuk mengikutinya. Tidak ada sanksi yang bisa diberikan kepada yang melanggar, karena ini bukan produk hukum yang memiliki kekuatan eksekutorial,” tegasnya.

Indra menambahkan bahwa jika Gubernur ingin kebijakan tersebut benar-benar dilaksanakan dan memiliki daya paksa, seharusnya dibuat melalui prosedur hukum yang benar.

“Kalau memang serius, seharusnya dimulai dari Perda, lalu diturunkan menjadi Pergub atau Keputusan Gubernur. Baru bisa memiliki kekuatan hukum. Surat edaran ini, derajatnya sangat rendah dalam sistem hukum kita,” jelasnya.

Ia juga mengkritisi pendekatan yang terlalu cepat dan instan dalam menerapkan kebijakan tersebut.

Menurutnya, niat baik sekalipun tetap harus melalui prosedur hukum agar memiliki legitimasi dan bisa diterapkan secara efektif.

“Kalau tidak ada konsekuensi hukum bagi yang melanggar, lalu apa gunanya surat edaran ini? Maka, revolusi yang diinginkan harus dilakukan dengan benar,” ucapnya.

Sebagai penutup, Indra mengungkapkan bahwa imbauan moral seringkali lebih efektif bila disampaikan oleh tokoh agama.

Namun untuk sebuah kebijakan publik, pemerintah tetap harus mengikuti aturan hukum yang berlaku.

“Saya tidak bilang ini tidak bermanfaat, tapi sebagai seorang gubernur, prosedur formalnya juga harus ditempuh agar cita-cita itu bisa benar-benar diwujudkan,” pungkasnya.