Ragam  

Masjid Agung Al-Musabaqoh Subang: Jejak Spiritualitas, Sejarah, dan Identitas Kota Nanas

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Di tengah hiruk-pikuk kota Subang yang terus berkembang, berdiri sebuah bangunan megah yang telah menjadi saksi perjalanan spiritual, sosial, dan sejarah masyarakatnya: Masjid Agung Al-Musabaqoh.

Terletak strategis di Jalan RA. Wangsa Ghofrana No. 7, tepat di seberang Kantor Bupati dan di sisi barat Alun-Alun Subang, masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai ruang pertemuan masyarakat lintas generasi, pusat dakwah, dan simbol kebanggaan warga Subang.

Dari Gagasan Tokoh Daerah, Menuju Pusat Spiritualitas

Pembangunan Masjid Agung Al-Musabaqoh dimulai pada tahun 1978 atas inisiatif Bupati Subang saat itu, R. Atju Syamsudin, bersama ulama kharismatik KH. Atang Abdul Kudus dan sejumlah tokoh Islam lainnya. Masjid ini lahir dari kesadaran kolektif bahwa Subang, sebagai kota yang sedang tumbuh pesat, membutuhkan pusat keislaman yang representatif.

Arsitektur awal masjid menampilkan nuansa Eropa klasik, dengan kubah tunggal yang menonjol dan satu menara di sisi barat. Namun, pada tahun 1993, masjid ini mengalami renovasi besar-besaran, berubah menjadi bangunan dua lantai dengan dua menara kembar yang menjulang di sisi utara dan selatan. Desainnya kini lebih mencerminkan kombinasi arsitektur Islam modern dan tradisional, memperkuat kehadirannya sebagai landmark spiritual Subang.

Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah

Masjid ini berdiri di atas lahan wakaf seluas 10.000 meter persegi, dengan bangunan utama sekitar 7.500 meter persegi. Mampu menampung lebih dari 1.000 jemaah, masjid ini menjadi pusat aktivitas keislaman warga Subang, mulai dari salat lima waktu, pengajian rutin, hingga kegiatan sosial seperti santunan anak yatim dan program Ramadhan.

Fasilitas masjid pun terbilang lengkap: aula serbaguna, koperasi syariah, perpustakaan kecil, area parkir luas, serta taman-taman kecil yang memberi kesan sejuk dan ramah bagi keluarga.

“Saya sudah salat di banyak masjid, tapi suasana di Al-Musabaqoh ini beda. Adem, bersih, dan ramah. Saya sering ajak anak-anak ke sini biar mereka terbiasa dengan masjid sejak kecil,” ujar Ibu Yani (42), warga Karanganyar, yang rutin mengikuti pengajian ibu-ibu setiap Selasa pagi.

Masjid ini juga aktif menyelenggarakan kajian kitab kuning, pelatihan dai muda, dan pesantren kilat untuk anak-anak setiap liburan sekolah. Saat bulan Ramadhan, masjid ini tak pernah sepi. Takjil gratis, buka puasa bersama, dan salat tarawih dengan imam bersanad menjadi agenda rutin yang ditunggu warga.

“Kalau Ramadhan, suasananya luar biasa. Suara imamnya menyejukkan. Jamaah penuh sampai pelataran. Rasanya kayak Lebaran tiap malam,” kenang Rizki (25), pemuda asal Cijambe yang selalu menyempatkan diri tarawih di masjid ini.

Jejak Sejarah yang Tak Terhapus Waktu

Masjid Agung Al-Musabaqoh tidak hanya menjadi pusat spiritual, tetapi juga penanda sejarah Islam di Subang. Kawasan masjid ini dahulu merupakan titik awal penyebaran Islam di Subang oleh Raden M. Wangsa Ghofrana, putra dari Sunan Wanapati—ulama penyebar Islam yang disegani di wilayah utara Jawa Barat.

Sebagai bentuk penghormatan, nama Raden Wangsa Ghofrana kini diabadikan menjadi nama jalan utama di depan masjid.

Menjadi Tujuan Wisata Religi

Dengan kemegahan dan lokasinya yang strategis, Masjid Al-Musabaqoh juga menjadi destinasi wisata religi bagi pelintas jalan, musafir, maupun jemaah luar kota. Banyak yang singgah untuk sekadar salat, berfoto, atau mencari ketenangan sejenak dari perjalanan panjang.

“Saya dari Cirebon kalau ke Bandung lewat jalur tengah, pasti mampir sini dulu. Masjidnya besar, toilet bersih, dan suasananya tenang. Cocok banget buat istirahat,” kata Pak Hendra (49), sopir travel antarkota yang rutin berhenti di Subang.

Lebih dari Batu dan Beton

Masjid Agung Al-Musabaqoh adalah simbol. Ia bukan sekadar bangunan dari batu dan beton, melainkan wajah Islam ramah dan membumi di Subang. Sebuah warisan yang hidup dan terus tumbuh bersama denyut nadi masyarakatnya.

Di tengah tantangan zaman, masjid ini tetap kokoh berdiri sebagai ruang perjumpaan: antara masa lalu dan masa depan, antara ruhani dan sosial, antara tradisi dan modernitas. Di sinilah ruh Subang yang sebenarnya tinggal.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini