MAJALENGKA, TINTAHIJAU.com — Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi operasional Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka. Dalam sambutannya pada rapat paripurna Hari Jadi ke-535 Kabupaten Majalengka, Sabtu (7/6/2025), Dedi menyebut bandara tersebut sebagai “peuteuy selong”, istilah Sunda yang menggambarkan sesuatu yang tidak berkembang.
“Majalengka ke sananya sudah ada bandara. Padahal sekarang udah berubah jadi peuteuy selong. Kenapa jadi peuteuy selong? Kan nggak ada pesawatnya, nggak maju-maju,” ujar Dedi.
Ia mengaku belum bisa melakukan pembenahan signifikan terhadap BIJB Kertajati sejak menjabat sebagai gubernur tiga bulan lalu. Meski demikian, ia menyatakan tengah menyiapkan strategi jangka panjang agar kawasan bandara bisa berkembang dan tidak terus membebani keuangan daerah.
“Harus bagaimana? Biar dipikirkan ada desain strategi harus disiapkan. Jangan dulu marahin (saya) sekarang, kan saya baru tiga bulan,” katanya.
Menurut Dedi, beban anggaran yang harus dikeluarkan untuk operasional BIJB mencapai Rp60 miliar per tahun. “Kan nombok setiap tahun Rp 60 miliar untuk bandara. Harus bagaimana?” tuturnya.
Dirut BIJB Klarifikasi Soal Biaya Operasional
Menanggapi pernyataan tersebut, Direktur Utama BIJB Kertajati, Muhammad Singgih, buka suara. Ia menegaskan bahwa anggaran operasional sebesar Rp60 miliar per tahun bukanlah bentuk pemborosan, melainkan hasil dari efisiensi maksimal demi menjaga standar pelayanan dan keselamatan penerbangan.
“Kalau kebutuhan kita per bulan Rp 9 sampai Rp 10 miliar, bahkan bisa lebih. Tapi itu sudah dihemat banget sehingga keluar angka sesuai yang disampaikan Pak Gubernur,” jelas Singgih, Rabu (11/6/2025).
Ia menyebut sebagian besar biaya digunakan untuk pemeliharaan fasilitas, listrik, kebersihan, dan pemenuhan standar 3S+1C (safety, security, service, dan compliance) sesuai regulasi internasional dunia penerbangan.
“Misalnya kategori PKP-PK (Pelayanan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran), jumlah personel harus cukup dan respons time harus terpenuhi. Semua itu membutuhkan biaya dan perawatan berkala,” ujarnya.
Listrik menjadi salah satu pos pengeluaran terbesar, meski konsumsi energi sudah ditekan. “Listrik saja dalam kondisi sudah dihemat bisa mencapai Rp900 juta hingga Rp1 miliar per bulan,” ungkap Singgih.
Saat ini, BIJB Kertajati mempekerjakan sekitar 160 orang, termasuk staf operasional. Singgih menegaskan jumlah tersebut masih di bawah standar rata-rata bandara internasional.
Dengan penjelasan ini, pihak BIJB berharap dapat memperkuat kolaborasi dengan Pemprov Jabar dalam mencari solusi jangka panjang demi pengembangan kawasan dan optimalisasi fungsi bandara.






