Jakarta, TINTAHIJAU.COM — Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap lonjakan kasus sifilis yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, tercatat lebih dari 23 ribu kasus sifilis sepanjang tahun 2024.Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum.
Penyakit ini menular melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, melalui luka di area genital, anus, mulut, atau bibir.
“Lonjakan kasus sifilis bukan hanya persoalan medis, tapi juga sinyal lemahnya perlindungan negara terhadap generasi bangsa,” kata Netty dalam keterangannya, Sabtu (21/6/2025).
Ia menyoroti lemahnya edukasi, keterbatasan akses layanan kesehatan, dan minimnya ketahanan keluarga sebagai sejumlah faktor penyebab yang harus segera dibenahi.
Menurutnya, tingginya angka kasus mencerminkan pentingnya perlindungan kesehatan reproduksi yang dilakukan secara sistematis dan berbasis nilai-nilai budaya bangsa.
Kementerian Kesehatan RI menegaskan bahwa sifilis bisa menyerang siapa saja, termasuk mereka yang tidak memiliki perilaku seksual berisiko tinggi.
Hal ini, menurut Netty, menegaskan bahwa penanggulangan penyakit menular seksual tidak cukup hanya mengandalkan imbauan moral.“Diperlukan langkah-langkah konkret, bukan sekadar seruan normatif,” ujarnya.
Untuk itu, Netty mendorong pemerintah agar segera mengambil tindakan nyata, antara lain:
1. Menguatkan edukasi kesehatan reproduksi di sekolah dan masyarakat dengan pendekatan yang ramah nilai, tidak vulgar, dan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
2. Menyediakan layanan deteksi dini sifilis secara gratis dan rahasia di Puskesmas dan fasilitas layanan primer, guna mendorong masyarakat tidak ragu memeriksakan diri.
3. Memperkuat ketahanan keluarga dan perlindungan anak dan remaja, agar mereka memiliki pegangan nilai dan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat.
4. Mendorong sinergi lintas kementerian dan tokoh masyarakat untuk membangun gerakan sosial pencegahan penyakit menular seksual melalui pendekatan preventif dan kultural.
“Pemerintah harus hadir bukan hanya saat penyakit meledak, tapi sejak dini saat anak-anak membutuhkan panduan untuk hidup sehat dan bermartabat. Ini bukan semata soal kesehatan, tapi menyangkut masa depan bangsa,” pungkasnya.