Keterbatasan Sekolah Negeri, Encep Sugiana Dorong Pemerintah Gandeng Sekolah Swasta dan Beasiswa

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA dan SMK Negeri di Provinsi Jawa Barat masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar, terutama terkait keterbatasan daya tampung sekolah negeri.

Hal ini disampaikan oleh Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Encep Sugiana, yang menyebut bahwa kendala ini membuat banyak siswa lulusan SMP dan MTs tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri meskipun mereka memenuhi syarat akademik.

Menurut Encep, setelah selesainya tahap pertama dalam proses SPMB tahun ini, akan dilanjutkan ke tahap kedua melalui jalur prestasi yang kuotanya sekitar 30 persen. Namun ia menegaskan bahwa persoalan utama bukan pada seleksi, melainkan pada ketersediaan tempat belajar.

“Kalau melihat dari perjalanan SPMB yang sekarang, karena keterbatasan jumlah sekolah dan ruang kelas belajar di sekolah negeri, baik SMA maupun SMK, banyak sekali siswa lulusan SMP dan Tsanawiyah yang tidak tertampung,” ungkap Encep.

Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejatinya terus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan ini. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan menambah Unit Sekolah Baru (USB) dan Ruang Kelas Baru (RKB). Namun menurutnya, proses pembangunan sarana pendidikan tidak bisa dilakukan secara instan.

“Pendirian sekolah baru atau penambahan ruang kelas tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Bahkan satu tahun pun belum tentu cukup. Belum lagi soal ketersediaan lahan. Tidak semua daerah yang membutuhkan sekolah baru punya lahan yang bisa digunakan. Ini tantangan tersendiri,” katanya.

Encep mengingatkan bahwa selain membangun sekolah baru, solusi lain yang lebih realistis dalam jangka pendek adalah dengan menggandeng sekolah-sekolah swasta. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan perhatian serius terhadap keberadaan sekolah swasta sebagai mitra strategis dalam penyediaan pendidikan.

“Pemerintah perlu berkolaborasi dengan sekolah swasta. Ini penting untuk menampung siswa-siswa yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri. Tapi tentu tidak cukup hanya membuka akses, perlu juga dukungan biaya dari pemerintah. Terutama bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi,” tuturnya.

Encep mengusulkan agar skema beasiswa bagi siswa dari keluarga kurang mampu bisa diperluas dan difokuskan kepada mereka yang terpaksa melanjutkan sekolah di swasta karena tidak tertampung di negeri. Ia menilai, dengan dukungan biaya dari pemerintah, hak anak untuk mendapatkan pendidikan tetap bisa terjamin tanpa membebani orang tua.

“Sekolah swasta harus dilibatkan secara aktif dalam ekosistem pendidikan, dan pemerintah bisa menanggung biaya pendidikan mereka melalui skema beasiswa. Ini solusi konkret agar siswa tetap bisa melanjutkan pendidikan meski tidak diterima di negeri,” tambahnya.

Lebih lanjut, Encep juga menanggapi wacana yang berkembang mengenai kemungkinan penambahan jumlah siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri. Saat ini, standar nasional jumlah siswa per rombel adalah 36 siswa. Namun untuk sekolah penyangga, diperbolehkan hingga 40 siswa.

“Kalau ada rencana menambah jumlah siswa per rombel untuk menampung anak-anak dari keluarga kurang mampu, itu harus dipertimbangkan betul dari sisi efektivitas pembelajaran. Jangan sampai malah mengorbankan kualitas proses belajar mengajar,” ujarnya.

Ia menegaskan, ruang kelas yang terlalu padat akan mengurangi kenyamanan siswa dan guru serta berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, penambahan siswa di rombel harus benar-benar diukur dengan cermat.

“Kita semua sepakat ingin membantu siswa dari keluarga tidak mampu, tapi jangan sampai solusi darurat ini justru menciptakan persoalan baru. Sekolah yang terlalu penuh justru bisa membuat proses belajar tidak efektif. Harus ada hitung-hitungan dan evaluasi yang jelas,” tegas Encep.

Menurut politisi dari Fraksi PKS ini, untuk jangka pendek, kolaborasi dengan sekolah swasta dan pemberian beasiswa kepada siswa miskin adalah langkah strategis. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah provinsi harus fokus pada pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, baik berupa USB maupun RKB, serta mempercepat proses perizinan dan penyediaan lahan pendidikan.

“Persoalan daya tampung ini tidak bisa diselesaikan secara instan. Harus ada perencanaan yang matang dan kolaboratif, baik dengan pemerintah kabupaten/kota maupun pihak swasta. Kalau kita ingin semua anak Jawa Barat bisa mengakses pendidikan yang layak, maka semua potensi harus digerakkan,” pungkas Anggota DPRD Jabar dari Dapil Subang, Majalengka dan Sumedang itu

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini