Di tengah derasnya arus informasi dan dinamika media sosial, Pemerintah Kabupaten Subang menunjukkan bahwa ruang digital tak hanya berisi gimik dan hiburan, tapi juga bisa menjadi jembatan efektif antara rakyat dan pemerintah. Selama Juni 2025, sebanyak 230 aduan warga masuk melalui Instagram, TikTok, dan WhatsApp resmi Bupati Subang. Bukan jumlah yang kecil, dan lebih dari itu, ini adalah indikator bahwa warga Subang semakin peduli, aktif, dan vokal terhadap pembangunan di daerahnya.
Dinas Perhubungan dan Kecamatan Subang menjadi dua lembaga yang paling banyak disorot masyarakat. Ini bisa dibaca sebagai bentuk kepercayaan sekaligus tekanan publik untuk memperbaiki layanan dasar, khususnya terkait lalu lintas, ketertiban kendaraan barang, dan pelayanan administratif wilayah kota. Respon cepat dan terbuka dari pemerintah terhadap data ini adalah langkah maju, tetapi pekerjaan rumah kita belum selesai.
Bupati Reynaldy Putra, dalam arahannya saat briefing staf, tak hanya menerima laporan pasif. Ia bahkan meninjau sendiri kondisi lapangan dan mengakui adanya banyak pelanggaran terhadap Peraturan Bupati tentang kendaraan barang, serta merespons cepat dengan mengagendakan rapat lintas sektoral bersama Kasatlantas yang baru. Ini menunjukkan bahwa aduan publik tak berhenti di meja birokrasi, tapi jadi bahan diskusi kebijakan dan tindakan nyata.
Langkah progresif lainnya adalah ketika Bupati menunjuk PIC media sosial di setiap OPD dan kecamatan, memerintahkan evaluasi dua mingguan, serta mengancam akan mengumumkan OPD yang paling tidak aktif di ruang publik. Pendekatan ini patut diapresiasi. Pelayanan publik hari ini tak bisa lagi mengandalkan cara lama: menunggu laporan di atas kertas dan bersembunyi di balik meja. Era keterbukaan dan akuntabilitas digital sudah hadir. Pemerintah yang adaptif akan bertahan dan dicintai rakyatnya.
Namun, perlu dicatat: transparansi bukan sekadar soal unggahan Instagram atau TikTok. Yang lebih penting adalah kualitas tindak lanjut. Masyarakat tak hanya ingin didengar, tapi ingin dilayani dan dihargai. “Bukan untuk pamer, tapi masyarakat perlu tahu bahwa pemerintah bekerja,” kata Kang Rey. Kalimat ini semestinya menjadi prinsip komunikasi publik setiap pejabat di Subang.
Aduan warga adalah cermin. Pemerintah yang cerdas bukan yang menghindari cermin itu, tapi yang berani menatapnya, mengevaluasi diri, dan bergerak. Jika tradisi ini terus dijaga, maka Subang akan menuju pemerintahan yang bukan hanya responsif, tapi juga relevan dengan kebutuhan riil masyarakat.






