EDITORIAL: Kiprah BUMD Subang Sejahtera, Dari Asa, Prestasi, hingga Evaluasi

Keputusan Pemerintah Kabupaten Subang mencopot seluruh jajaran direksi dan komisaris PT Subang Sejahtera (PT SS) dalam RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) menjadi babak baru dalam perjalanan badan usaha milik daerah (BUMD) ini. Tak sedikit publik yang bertanya: mengapa semua direksi harus diberhentikan, dan apa yang sebenarnya terjadi?

PT Subang Sejahtera lahir dengan harapan besar, menjadi katalisator pembangunan ekonomi daerah, mitra strategis pemerintah dalam mengelola peluang investasi, dan jembatan antara sektor publik dan swasta. Dalam konteks Subang yang kini memiliki dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), peran BUMD menjadi lebih penting dari sekadar pengelola usaha. Ia dituntut menjadi motor penggerak perubahan ekonomi.

Di atas kertas, PT SS sempat mencatat sejumlah langkah progresif. Mulai dari menjalin kerja sama dengan BUMDes dalam menyambut KEK, hingga mengambil peran dalam proyek fisik seperti pemadatan tanah dan pembangunan flyover exit tol Patimban.

Lebih jauh ke belakang, capaian PT SS selama masa kepemimpinan H. Aziz Muslih juga sempat menorehkan prestasi. Di tengah tekanan pandemi Covid-19, PT SS justru menunjukkan tren positif. Dalam waktu sembilan bulan sejak direksi baru menjabat, perusahaan ini sudah menyetorkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 4,1 miliar. Pada 2021, setorannya Rp 2,1 miliar dan berlanjut dengan Rp 2 miliar di April 2022.

Namun di balik semua itu, tersimpan pula sejumlah catatan yang menjadi sorotan pemegang saham: laporan tahunan yang ditolak, manajemen aset yang tidak optimal, dan kemampuan keuangan yang tidak sebanding dengan beban kerja serta ekspektasi publik.

Harus diakui, menjadi BUMD di daerah berkembang seperti Subang bukan perkara mudah. Tantangan regulasi, keterbatasan SDM, dan kadang minimnya political will menjadi hambatan klasik. Tapi justru karena itulah, peran direksi dituntut untuk lebih profesional, adaptif, dan transparan.

Pemberhentian seluruh direksi dan komisaris, meski dilakukan dengan hormat, adalah sinyal kuat bahwa Pemkab Subang ingin menata ulang arah dan kultur kerja BUMD ini. Apalagi, Penjabat Dirut kini dijabat oleh komisaris utama dengan masa transisi hanya 30 hari. Artinya, Pemkab tengah melakukan “reset” dan membuka lembaran baru melalui proses seleksi terbuka (open bidding).

Kita berharap, momentum ini tidak sekadar menjadi pergantian nama dan wajah di tubuh BUMD. Tapi menjadi titik balik, untuk menghadirkan manajemen yang kuat, akuntabel, dan mampu menjawab tantangan zaman. Terutama dalam menyongsong geliat investasi dan pembangunan yang sedang menggeliat di Subang.

BUMD bukan tempat parkir jabatan. Ia harus menjadi entitas profesional yang mampu bersaing dan berkontribusi. Karena pada akhirnya, publik tidak menilai BUMD dari seberapa sering ia hadir di seremoni, tapi dari seberapa besar dampaknya bagi rakyat.

Semoga PT Subang Sejahtera tak sekadar hidup dari nama, tapi benar-benar sejahtera dalam kontribusi dan manfaatnya.