Ragam  

Nelayan Cirebon Hadapi Risiko Tinggi, BPJS Ketenagakerjaan Dorong Perlindungan Sosial

Foto: djpl kemenhub151

CIREBON, TINTAHIJAU.com — Profesi nelayan dikenal sebagai salah satu pekerjaan dengan risiko tinggi, terutama saat menghadapi cuaca buruk di laut lepas. Kondisi ini mendorong Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk terus menggalakkan program perlindungan sosial bagi para nelayan, khususnya di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang tercatat masih memiliki ribuan nelayan belum terlindungi jaminan ketenagakerjaan.

Rudi, seorang nelayan dari Desa Ender, Kecamatan Pangenan, menuturkan bahwa profesinya mengandung banyak risiko. Ia menceritakan sejumlah kejadian tragis yang menimpa sesama nelayan di daerahnya. “Ada beberapa yang kecelakaan saat melaut, bahkan ada yang hilang dan tidak ditemukan,” ujarnya pada Kamis (17/7/2025). Ia pun berharap ada perhatian dari pemerintah dalam bentuk jaminan ketenagakerjaan karena mayoritas nelayan adalah warga kurang mampu.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, saat berkunjung ke Cirebon menegaskan pentingnya perlindungan melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). “Nelayan adalah pekerja informal dengan risiko sangat tinggi. Mereka mempertaruhkan nyawa saat mencari nafkah. Tanpa perlindungan, satu kecelakaan bisa menghancurkan kehidupan keluarga mereka,” ujarnya.

Meski memberikan manfaat besar, iuran program perlindungan ini relatif terjangkau, yaitu Rp16.800 per bulan—Rp10.000 untuk JKK dan Rp6.800 untuk JKM. BPJS Ketenagakerjaan menyediakan skema pembayaran fleksibel, mulai dari iuran mandiri, bantuan dari pemerintah daerah, hingga pemotongan langsung dari hasil tangkapan ikan.

“Di beberapa daerah, iuran diambil dari hasil tangkapan. Ini contoh nyata semangat gotong royong yang bisa ditiru daerah lain,” tambah Pramudya.

Komitmen pemerintah daerah juga ditunjukkan melalui dukungan Bupati Cirebon untuk memperluas cakupan jaminan sosial bagi para nelayan. Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan turut menggandeng sektor swasta melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membantu pembiayaan iuran para pekerja informal seperti nelayan, buruh tani, dan pedagang kecil.

Hingga 30 Juni 2025, sebanyak 8,9 juta pekerja sektor informal telah menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, dengan sekitar 2 juta di antaranya menerima subsidi iuran dari pemerintah atau swasta. Termasuk juga 640 ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sebagian besar mengikuti program secara mandiri.

Salah satu kisah inspiratif datang dari Cirebon, di mana seorang istri PMI memanfaatkan santunan jaminan kematian untuk membuka usaha kecil setelah suaminya wafat. “Dari situ, keluarga bisa bangkit dan mandiri. Tujuan kami tidak hanya memberi perlindungan, tapi juga membuka jalan menuju kemandirian ekonomi,” kata Pramudya.

BPJS Ketenagakerjaan berharap semakin banyak nelayan dan pekerja informal yang sadar akan pentingnya perlindungan sosial. Sebab, ketika musibah datang tak terduga, jaminan sosial bisa menjadi penyelamat masa depan.