JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan setelah pada Selasa (22/7) pagi, ibu kota Indonesia tersebut menempati peringkat kedua sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, Jakarta mencatat Indeks Kualitas Udara (AQI) sebesar 159, yang masuk dalam kategori tidak sehat.
Angka tersebut disebabkan oleh polusi udara jenis PM2.5 dengan konsentrasi mencapai 67 mikrogram per meter kubik. Kondisi ini dinilai membahayakan terutama bagi kelompok sensitif, seperti anak-anak, lansia, serta penderita penyakit pernapasan. Selain itu, kualitas udara tersebut juga dapat berdampak negatif pada hewan dan tumbuhan yang sensitif, serta mengganggu nilai estetika lingkungan.
IQAir merekomendasikan masyarakat untuk membatasi aktivitas di luar ruangan, menggunakan masker jika harus bepergian, serta menutup jendela guna mencegah masuknya udara kotor dari luar ke dalam rumah atau bangunan.
Sebagai perbandingan, kategori kualitas udara dinyatakan baik apabila nilai PM2.5 berada di kisaran 0–50. Sementara itu, kategori sedang berada pada kisaran 51–100 dan tidak sehat untuk kelompok sensitif berada pada angka 101–150. Adapun kategori sangat tidak sehat berkisar antara 200–299, dan berbahaya berada pada rentang 300–500, yang bisa menimbulkan dampak serius bagi seluruh lapisan populasi.
Jakarta berada tepat di bawah Kinshasa (Republik Demokratik Kongo), yang mencatat AQI sebesar 191. Sementara itu, posisi ketiga hingga kelima secara berturut-turut ditempati oleh Kampala (Uganda) dengan AQI 156, Delhi (India) 153, dan Addis Ababa (Etiopia) dengan AQI 146.
Dalam upaya memantau dan memperbaiki kualitas udara, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah meluncurkan platform pemantau kualitas udara terintegrasi. Platform ini memanfaatkan data dari 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta. SPKU tersebut menggabungkan data dari berbagai sumber, termasuk DLH, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), World Resources Institute (WRI) Indonesia, serta Vital Strategies.
Melalui langkah ini, Pemprov DKI Jakarta berharap masyarakat lebih sadar terhadap kondisi lingkungan sekaligus mendukung upaya kolektif dalam memperbaiki kualitas udara ibu kota. DLH juga terus mendorong partisipasi warga untuk memantau kualitas udara secara mandiri melalui aplikasi JAKI, sebagai bagian dari keterbukaan informasi dan edukasi publik.