Megapolitan

Jurist Tan Kembali Mangkir dari Panggilan Kejagung Terkait Korupsi Laptop Pendidikan

×

Jurist Tan Kembali Mangkir dari Panggilan Kejagung Terkait Korupsi Laptop Pendidikan

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com Mantan Staf Khusus (Stafsus) eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Jurist Tan, kembali mangkir dari panggilan pemeriksaan kedua oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud periode 2019-2022.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Jurist Tan dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin, 21 Juli 2025. Namun, ia tidak hadir tanpa memberikan alasan atau konfirmasi ketidakhadiran kepada penyidik.

“Yang bersangkutan sudah dipanggil yang kedua pada tanggal 21, tapi enggak datang, enggak ada konfirmasi,” ujar Anang kepada wartawan, Rabu (23/7).

Kejagung berencana kembali melayangkan panggilan ketiga. Jika kembali diabaikan, Anang menyatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan akan menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk upaya membawa Jurist Tan ke Indonesia dari luar negeri.

“Kita sekarang sedang berusaha bagaimana nanti mendatangkan ke Indonesia dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,” tambahnya.

Jurist Tan merupakan satu dari empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 1,2 juta unit laptop senilai total Rp9,3 triliun yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Namun, pemilihan laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook dalam pengadaan ini menuai sorotan karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi infrastruktur daerah yang belum memadai, terutama dari segi akses internet.

Selain Jurist Tan, tersangka lainnya adalah Mulyatsyah (Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021), Sri Wahyuningsih (Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021), dan Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi di Kemendikbud).

Kejagung menduga praktik korupsi dalam proyek ini menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Angka tersebut terdiri atas kerugian dari item perangkat lunak atau Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp480 miliar dan dugaan mark-up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.

Kasus ini terus menjadi sorotan publik karena menyangkut program pendidikan nasional yang seharusnya menyasar pemerataan teknologi dan akses belajar di seluruh penjuru negeri. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas dan menyeret seluruh pihak yang bertanggung jawab ke meja hijau.