JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara terkait bebas bersyarat yang diberikan kepada mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto alias Setnov.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa kasus korupsi e-KTP merupakan bentuk kejahatan serius dengan dampak yang langsung dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia.
“Bicara perkara itu, kita kembali diingatkan sebuah kejahatan korupsi yang serius, dengan dampak yang benar-benar langsung dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Budi di Jakarta, Senin (18/8/2025).
Menurut Budi, kerugian negara dalam kasus e-KTP mencapai Rp2,3 triliun. Tidak hanya itu, peristiwa tersebut juga menyebabkan degradasi kualitas pelayanan publik.
“Namun, kejahatan korupsi selalu menjadi pengingat sekaligus pembelajaran untuk generasi berikutnya, agar sejarah buruk itu tidak kembali terulang,” tambahnya.
Ia juga menyinggung momentum HUT ke-80 RI yang harus dijadikan penguat tekad seluruh elemen bangsa untuk bersatu melawan praktik korupsi.
Bebas Bersyarat Setnov
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Jawa Barat, Kusnali, menyampaikan bahwa pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Setnov telah sesuai dengan ketentuan hukum.
Setnov yang divonis 15 tahun penjara pada 2017, melalui putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung pada Juni 2025 mendapat keringanan hukuman menjadi 12 tahun 6 bulan. Ia juga dijatuhi denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan uang pengganti Rp49 miliar subsider dua tahun penjara.
“Semua kewajiban tersebut telah diselesaikan Novanto. Dia mendapatkan pembebasan bersyarat per 29 Mei 2025 dan mulai menjalani pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” jelas Kusnali.
Selama menjalani bebas bersyarat, Setnov tetap diwajibkan melapor ke Lapas Sukamiskin Bandung. Meski demikian, ia belum dapat menggunakan hak politiknya.
“Setnov belum bisa menggunakan hak pilih ataupun hak untuk mencalonkan diri dalam jabatan publik. Sesuai regulasi, hak politiknya baru bisa dipulihkan lima tahun setelah masa pidana selesai,” tegas Kusnali.
Catatan Hitam Korupsi
Kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setnov menjadi salah satu skandal terbesar dalam sejarah Indonesia. Selain menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah, kasus ini juga merusak kepercayaan publik terhadap penyelenggara negara.
KPK menegaskan bahwa kebebasan bersyarat Setnov tidak boleh melupakan fakta bahwa korupsi e-KTP telah meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat.





