OPINI: Haji 2025: Plus Minus Haji Multi Syarikah

Pada tahun 2025, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) menerapkan sistem multi syarikah dalam penyelenggaraan ibadah haji, menggantikan skema muassasah atau syarikah tunggal sebelumnya. Syarikah yang ditunjuk untuk melayani jamaah Indonesia di Tanah Suci tahun ini mencapai delapan syarikah, termasuk Al Baits Guest Company, Mashariq Al Masiah Company, Rawaf Mina, MCDC, Al Rifadah, Rehlat & Manafaa, dan lain-lain. Hadirnya sistem ini diharapkan mendorong profesionalisme dan kompetisi sehat di antara penyedia layanan haji.

Namun, transformasi besar ini menimbulkan sejumlah tantangan. Koordinasi antara berbagai pihak menjadi lebih kompleks; muncul efek di lapangan seperti pemisahan jamaah kloter dalam satu rombongan, terpisahnya suami-istri atau lansia dari pendamping, petugas dengan jaamaah, pembimbing dengan jamaah, serta keterlambatan administrasi dan pengaturan akomodasi, seperti dialami oleh penulis dimana kloternya terbagi kedalam 13 hotel dari 3 sektor yang berbeda dengan 2 syarikah ketika di Makkah.

Kelebihan Multi Syarikah

  1. Peningkatan Profesionalisme dan Kompetisi Layanan
  • Dengan dilibatkannya lebih banyak syarikah, diharapkan terjadi persaingan yang mendorong peningkatan kualitas layanan, baik dari segi transportasi, akomodasi, maupun koordinasi pelaksanaan haji.
  • Kemenag menilai skema multi syarikah merupakan pergeseran paradigma dalam tata kelola haji yang lebih terbuka, profesional, dan kompetitif.
  1. Spesialisasi dan Fokus Detail Operasional
  • Setiap syarikah dapat menyediakan layanan khusus sesuai kekuatan mereka, seperti akomodasi dekat Masjidil Haram, transportasi efisien, atau pelayanan medis yang lebih intensif.
  • Sistem ini idealnya memungkinkan penanganan lebih detil terhadap kebutuhan jamaah, seperti lansia atau difabel, dengan koordinasi yang disesuaikan.
  1. Mitigasi Risiko dan Penyesuaian Lapangan
  • Ketidaksempurnaan implementasi awal segera direspons dengan tindakan seperti mendata ulang pasangan suami-istri yang terpisah dan berupaya menggabungkan kembali akomodasi mereka.
  • PPIH siap memfasilitasi jamaah yang terpisah dari rombongan dengan menyediakan hotel khusus sementara sambil menunggu pemberangkatan lanjutan.

Kekurangan Multi Syarikah

  1. Pemisahan Jamaah Kloter dan Gangguan Koordinasi
  • Di lapangan, jamaah satu kloter bisa tersebar di berbagai hotel bahkan disektor yang berdeda, karena ditangani syarikah berbeda, menciptakan pengalaman yang tidak ideal secara psikologis dan logistic.
  • Idealnya satu kloter ditangani oleh satu syarikah agar otoritas dan koordinasi lebih sederhana, namun implementasi multi syarikah membuat hal ini sulit terwujud.
  1. Efek Negatif pada Kelompok Rentan
  • Beberapa kasus menunjukkan lansia atau difabel terpisah dari pendampingnya karena perbedaan syarikah, sehingga membutuhkan waktu dan upaya tambahan untuk menghubungkan kembali.
  • Kondisi seperti ini meningkatkan kekhawatiran terkait keselamatan dan kenyamanan jamaah selama pelaksanaan haji.
  1. Administrasi Lebih Kompleks dan Berisiko Tertunda
  • Data jamaah harus dikelola tersebar melalui berbagai syarikah, meningkatkan risiko kegagalan sinkronisasi data, keterlambatan visa, dan penempatan.
  • Meski PPIH berusaha memitigasi risiko seperti paspor hilang dengan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor), situasi ini menunjukkan sistem masih belum mulus
  1. Kesulitan Dalam Pemetaan Pemulangan
  • Meskipun keberangkatan mungkin terpisah, narasi menyebut bahwa kepulangan tetap diatur berdasarkan kloter, sehingga jamaah dipadatkan kembali sebelum pulang.
  • Namun, proses ini memerlukan sinergi data dan logistik yang presisi agar tidak menghambat penumpang.

Sistem multi syarikah yang diberlakukan dalam penyelenggaraan haji 2025 merupakan langkah progresif dari pemerintah untuk menghadirkan layanan yang lebih profesional, kompetitif, dan berbasis swasta. Pelibatan delapan syarikah berpotensi menghadirkan inovasi layanan dan kualitas pelaksanaan yang lebih baik dibanding sistem muassasah sebelumnya.

Namun, dalam praktiknya, reformasi ini menghadirkan tantangan yang tidak bisa diabaikan—mulai dari pemisahan kloter, gangguan layanan untuk lansia atau difabel, hingga kompleksitas administrasi. Berbagai permasalahan ini menuntut adaptasi cepat dari PPIH, penguatan koordinasi, serta perbaikan prosedural agar tujuan layanan optimal benar-benar terwujud.

Rekomendasi ke depan:

  • Mempertimbangkan skema “kloter satu syarikah” untuk memperkecil risiko pemisahan jamaah.
  • Menyediakan sistem digital terpadu yang mempermudah sinkronisasi data antar syarikah dan PPIH.
  • Menerapkan pelatihan dan simulasi bagi petugas sebelum musim haji untuk memastikan kesiapan operasional multi syarikah.

Dengan begitu, transformasi ini bisa menjadi titik keberhasilan baru dalam tata kelola haji Indonesia—menjadikannya sebagai salah satu pelaksanaan terbesar dan paling efisien di dunia.

Semoga pelaksanaan haji ke depan semakin lancar, aman, dan membawa keberkahan bagi seluruh jamaah, dan semoga semua jamaah haji mendapatkan haji dan mabrur yang balasannya dalah surga dan semua petugas mendapatan balasan yang setimpal darinsisi Allah atas dedikasi dan pejuangannya melayani jamaah.

H. Nasrudin, SPdI, SE, MSi, Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah dan Petugas Haji Daerah Purworejo tahun 2025