JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, total dugaan aliran dana dalam perkara ini mencapai Rp81 miliar. Dana tersebut diduga berasal dari selisih pembayaran yang dilakukan pihak pengurus sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 (PJK3), dengan tarif yang semestinya sesuai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Dana Rp81 miliar ini mengalir kepada sejumlah pihak, termasuk penyelenggara negara,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jumat (22/8/2025).
11 Tersangka Ditetapkan
Dalam kasus ini, KPK menetapkan sebelas tersangka. Selain Immanuel, sepuluh tersangka lainnya adalah IBM, GAH, SB, AK, FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM. Mereka terdiri dari penyelenggara negara dan pihak swasta yang bergerak di bidang jasa.
Berdasarkan konstruksi perkara, IBM disebut menerima Rp69 miliar, GAH Rp3 miliar, SB Rp3,5 miliar, dan AK Rp5,5 miliar. Sementara itu, Immanuel diduga menerima Rp3 miliar pada Desember 2024.
Selain itu, FAH dan HR disebut menerima aliran dana Rp50 juta per minggu, HS lebih dari Rp1,5 miliar dalam kurun waktu 2021–2024, serta CFH yang menerima satu unit kendaraan roda empat.
“Pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana dari PJK3 adalah IBM, GAH, SB, AK, IEG, FRZ, CFH, dan HS,” jelas Setyo.
Buruh Terjerat Biaya Tinggi
KPK juga mengungkapkan praktik pemerasan terhadap para pekerja atau buruh yang ingin mendapatkan sertifikasi K3. Padahal, tarif resmi sertifikasi hanya Rp275 ribu.
“Faktanya, para pekerja harus membayar hingga Rp6 juta. Jika tidak, permohonan sertifikasi dipersulit atau bahkan tidak diproses,” kata Setyo.
Besaran biaya ini, lanjutnya, dua kali lipat dari rata-rata pendapatan buruh sehingga menambah beban ekonomi para pekerja.
Tindak Lanjut
KPK menegaskan akan terus mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Lembaga antirasuah itu juga menyoroti dampak sosial dari praktik pemerasan yang menekan kalangan buruh.
“Kasus ini bukan hanya soal korupsi, tetapi juga menyangkut hajat hidup para pekerja yang mestinya dilindungi negara,” tegas Setyo.




