Gaungkan 17+8, GMNI Subang Desak Pemerintah Hentikan Kebijakan Serampangan

SUBANG – Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Subang, Muhammad Riefky Alfathan, menegaskan bahwa pemerintah harus segera menghentikan kebijakan yang dinilainya serampangan dan tidak berpihak pada rakyat.

“Serampangan — itu kata yang paling tepat menggambarkan arah negara hari ini. Kebijakan berganti secepat cuaca, tanpa pijakan kokoh, dan rakyat dijadikan korban eksperimen,” kata Riefky di Subang dalampernyataan tertulis, Rabu (3/9/2025).

Menurut Riefky, Agustus 2025 seharusnya menjadi momen refleksi kemerdekaan, tetapi justru diwarnai aksi unjuk rasa besar-besaran. Ia menilai rakyat tidak lagi sekadar memprotes, melainkan mengirimkan alarm keras bahwa bangsa sedang kehilangan arah.

Aksi di berbagai daerah membawa tagline “17+8 Tuntutan” — terdiri dari 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang. Beberapa poin penting di antaranya:

  • Memisahkan trias politica dari intervensi pemerintah dan mendesak DPR membuat kebijakan pro-rakyat.
  • Memecat anggota DPR, menteri, dan wakil menteri yang tidak berpihak pada rakyat atau merangkap jabatan di BUMN maupun partai politik.
  • Menguatkan pemberantasan korupsi dengan mengesahkan UU Perampasan Aset dan membersihkan lembaga negara dari KKN.
  • Membatalkan PP Nomor 35 Tahun 2021, merevisi UU Cipta Kerja, serta mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru.
  • Mengevaluasi dan memecat Kapolri serta mengusut tindakan represif aparat yang menyebabkan korban jiwa, termasuk pengemudi ojek online.
  • Menolak kenaikan pajak untuk rakyat miskin, serta menolak pemangkasan anggaran pendidikan, kesehatan, dan pertahanan.
  • Membebaskan 3.195 aktivis yang ditahan serta meminta negara bertanggung jawab atas meninggalnya 10 orang dalam aksi.

“Persimpangan ini nyata. Rakyat tidak selamanya menunggu. Jika negara gagal memberi arah, rakyat akan memilih jalannya sendiri,” tegas Riefky.

Ia menambahkan, jika kebijakan serampangan terus dipertahankan, masa depan bangsa terancam. “Apakah reformasi akan terjadi lagi? Jawabannya jelas: potong generasi,” pungkasnya.