JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Dua puluh satu tahun berlalu sejak kematian aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, kasus pembunuhan yang menimpanya belum juga terungkap sepenuhnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan penyelidikan kasus ini masih berlanjut dengan memanggil 18 saksi dari berbagai kalangan.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan bahwa pihaknya masih membutuhkan keterangan tambahan dari sejumlah pihak lain. “Sejauh ini kami sudah memanggil sekitar 18 saksi, dan masih ada dari tiga kalangan yang perlu kami hadirkan untuk memberikan keterangan,” ujarnya kepada wartawan di Gedung YLBHI Jakarta, Ahad (7/9/2025).
Menurut Anis, Komnas HAM juga tengah mengumpulkan dokumen-dokumen penting dari instansi berwenang maupun organisasi masyarakat sipil. Selain itu, koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan kepolisian terus dilakukan, termasuk kajian ulang terhadap Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang telah ada. “Tentu Komnas HAM akan melanjutkan upaya pemeriksaan saksi dan penyusunan laporan penyelidikan,” tambahnya.
Munir wafat pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 menuju Belanda. Hasil autopsi menunjukkan adanya dosis mematikan senyawa arsenik di tubuhnya. Kala itu, Munir tengah melakukan perjalanan untuk melanjutkan studi di Universitas Utrecht, Belanda.
Kasus ini pernah menyeret nama pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, yang dinyatakan terlibat dan divonis 20 tahun penjara. Namun, ia dibebaskan pada 2018 setelah menerima sejumlah remisi, dan meninggal dunia dua tahun kemudian akibat Covid-19. Sementara itu, figur lain yang disebut-sebut terlibat, termasuk mantan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono, akhirnya divonis bebas.
Aktivis HAM menduga pembunuhan Munir dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan melibatkan aktor-aktor dengan posisi penting di negara ini. Namun, hingga 21 tahun berlalu, dalang utama pembunuhan Munir belum terungkap. Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tak pernah dipublikasikan. Pada 2017, ketika aktivis menagih laporan itu kepada Presiden Joko Widodo, dokumen tersebut bahkan dinyatakan hilang.
Semasa hidup, Munir dikenal sebagai pejuang gigih yang vokal memperjuangkan hak-hak buruh, mahasiswa, pemuda, dan kelompok tertindas lainnya. Sebagai advokat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH), ia kerap turun langsung dalam aksi menuntut keadilan. Selain itu, ia juga menjadi salah satu pendiri lembaga advokasi HAM seperti Kontras dan Imparsial.
Meski sudah dua dekade lebih berlalu, nama Munir tetap hidup sebagai simbol perjuangan hak asasi manusia di Indonesia. Peringatan 21 tahun wafatnya Munir kembali menjadi pengingat bahwa keadilan atas pembunuhan aktivis HAM ini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi negara.