JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Wacana mengganti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan pemberian uang tunai kepada orang tua siswa mencuat ke publik. Usulan tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Charles Honoris, menyusul maraknya kasus pelajar keracunan makanan di sejumlah daerah.
Charles menilai standar operasional prosedur (SOP) yang dijalankan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih lemah. Ia menduga, keracunan yang menimpa siswa penerima MBG terjadi akibat SOP tidak dijalankan dengan baik di lapangan.
“Rata-rata persiapan bahan baku dilakukan pukul 23.00, dimasak pukul 04.00, dibungkus pukul 07.00, lalu baru dikonsumsi pukul 11.00 hingga 12.00 siang. Risiko makanan terkontaminasi bakteri menjadi sangat tinggi,” ujar Charles kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).
Politikus PDIP itu juga mendorong pemerintah agar mempertimbangkan pola alternatif dalam penyediaan makanan bergizi bagi siswa. Salah satunya dengan memberikan dana langsung kepada orang tua siswa agar bisa menyiapkan bekal bergizi masing-masing.
“Bahkan opsi memberikan uang kepada orang tua murid misalnya. Sehingga mereka bisa menyediakan makanan sendiri untuk anak-anaknya,” imbuhnya.
Respons Istana
Menanggapi usulan tersebut, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa ide apa pun sah-sah saja untuk disampaikan. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tetap menganggap skema penyediaan makan siang langsung di sekolah adalah yang paling ideal.
“Ide kan banyak, bukan berarti ide tidak baik, tapi konsep yang sekarang dijalankan dianggap oleh pemerintah dan BGN sebagai yang terbaik untuk dikerjakan,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Prasetyo menambahkan, pemerintah terbuka terhadap segala masukan terkait program MBG, termasuk kritik dan catatan soal pelaksanaan teknis.
“Kalau nanti ada catatan ya kita akui dan kita perbaiki,” ujarnya.
Program MBG saat ini terus dijalankan pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) meskipun sejumlah kasus keracunan menjadi sorotan publik. Pemerintah berjanji melakukan evaluasi agar pelaksanaan program bisa lebih aman dan bermanfaat bagi siswa di seluruh Indonesia.




