Rotasi dan mutasi pejabat eselon II yang digelar Pemerintah Kabupaten Subang, Rabu (16/10/2025), bukan sekadar pergantian jabatan di atas kertas. Di balik pelantikan 13 kepala dinas dan 4 kepala puskesmas oleh Bupati Reynaldy Putra Andita Budi Raemi, tersimpan pesan keras: birokrasi harus bergerak, bukan berdiam.
“Saya butuh orang-orang yang bisa bekerja cepat dan menyelesaikan masalah tanpa bertele-tele. Kalau ada yang tidak bisa menyesuaikan, siap-siap saya geser,” tegas Bupati muda itu di hadapan para pejabat yang baru dilantik.
Ucapan itu bukan basa-basi. Ini adalah bentuk peringatan dini bagi setiap aparatur di lingkungan Pemkab Subang bahwa masa “zona nyaman” sudah berakhir. Pejabat malas, lamban, dan tidak solutif akan mendapat konsekuensi langsung. Tidak ada lagi ruang bagi mereka yang lebih sibuk menjaga jabatan ketimbang bekerja melayani masyarakat.
Evaluasi Kinerja, Bukan Bagi-Bagi Jabatan
Reynaldy menegaskan, rotasi kali ini merupakan hasil evaluasi ketat selama tujuh bulan kepemimpinannya. Ia menilai langsung kinerja bawahannya, mulai dari kehadiran, respons terhadap aduan publik, hingga kemampuan menyelesaikan masalah di lapangan.
Rotasi ini juga bukan “bagi-bagi posisi” seperti yang kerap terjadi di masa lalu, melainkan upaya penyegaran struktur birokrasi agar lebih responsif, efektif, dan terukur.
Setiap pejabat kini akan dievaluasi secara berkala, tiga bulan sekali secara menyeluruh, dan mingguan melalui briefing langsung bersama Bupati. Sebuah sistem kontrol yang ketat untuk memastikan kinerja bukan hanya slogan.
Disiplin, Loyalitas, dan Kapasitas
Rotasi besar ini menjadi momentum penyaringan tiga hal mendasar: disiplin, loyalitas, dan kapasitas.
Disiplin bukan sekadar datang tepat waktu, tapi tanggap terhadap kebutuhan publik. Loyalitas bukan berarti tunduk tanpa kritik, tapi menjaga integritas dalam menjalankan visi daerah. Dan kapasitas berarti kemampuan nyata memimpin, bukan sekadar menduduki kursi.
Bupati Reynaldy tampaknya ingin mengakhiri era birokrasi pasif yang hanya menunggu perintah. Ia ingin membangun kultur kerja baru: cepat, solutif, dan berorientasi hasil.
Dan siapa pun yang tidak mampu menyesuaikan , akan digeser tanpa kompromi.
Catatan
Rotasi ini seharusnya menjadi momentum awal bagi reformasi birokrasi Subang. Publik tentu berharap langkah berani ini bukan hanya sekadar “ganti orang di kursi lama”, melainkan ganti cara kerja, dari birokrasi yang lamban menjadi birokrasi yang bergerak cepat.
Karena pada akhirnya, ukuran keberhasilan bukan seberapa sering pejabat dilantik, tapi seberapa nyata pelayanan publik dirasakan oleh warga.
Subang tak butuh pejabat yang nyaman di balik meja, tapi mereka yang turun ke lapangan, mendengar, dan bekerja.
Dan kalau Bupati Subang konsisten menindak yang malas, maka publik punya alasan untuk kembali percaya: pemerintahan ini sedang benar-benar bergerak.





