PANGANDARAN, TINTAHIJAU.com — Di sebuah bengkel kecil di Desa Maruyungsari, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, suara gergaji kayu berpadu dengan aroma lem dan cat menjadi saksi lahirnya karya seni yang mendunia. Di sudut ruangan, Taufik Lubis (29) tampak sibuk merapikan bulu barong karyanya — hasil tangan terampil yang kini diminati hingga ke Kanada dan Jerman.
Siapa sangka, kecintaan Lubis terhadap seni dan budaya tradisional membawanya ke panggung dunia. “Awal mula menjadi pengrajin barongan itu karena dasar suka dengan kerajinan yang punya nilai seni. Jadi semua yang berkaitan dengan seni saya suka,” ujar Lubis saat ditemui di bengkel kerjanya, Jumat (24/10/2025).
Cinta pada Budaya Lokal
Sejak kecil, Lubis tumbuh di lingkungan yang lekat dengan kesenian rakyat seperti jaranan dan barongan. Dari sanalah tumbuh kecintaannya pada budaya lokal. “Motivasinya ingin mengembangkan budaya Indonesia. Salah satunya jaranan, dan opsi yang memungkinkan saya kerjakan yaitu membuat barongan. Karena jarang sekali pengrajin barongan di Kabupaten Pangandaran,” katanya.
Dengan bahan kayu, bulu sintetis, hingga cat warna-warni, semua tahap ia kerjakan sendiri dengan penuh ketelitian. Kini, ia mampu memproduksi berbagai jenis barong dari beragam daerah di Indonesia. “Ada barong China, barongsai, barongan Kendal, Kediri, Banyumasan, sampai Cilacapan. Semua jenis barongannya beda-beda,” jelasnya.
Dari Pangandaran ke Mancanegara
Ketekunan Lubis membuahkan hasil. Karya barong buatannya kini tak hanya dikenal di pasar lokal, tetapi juga telah dikirim hingga Hong Kong, Kanada, dan Jerman. “Beberapa negara itu bahkan jadi pelanggan tetap. Mungkin dari media sosial atau mulut ke mulut tour guide di sini,” ujarnya.
Lubis memanfaatkan media sosial sebagai sarana utama pemasaran. Ia kerap mengunggah video proses pembuatan barong dan hasil jadinya. “Ngonten ini sebenarnya jadi cara membentuk kepercayaan bahwa saya pengrajin langsung, bukan calo atau reseller. Jadi orang percaya,” kata dia.
Produksi Stabil, Penghasilan Belasan Juta
Kini, Lubis rutin mengirim barong berukuran besar setiap minggu dan barong kecil hampir setiap hari. Untuk barong anak-anak, harganya berkisar Rp250 ribu, sementara ukuran dewasa bisa mencapai Rp6 juta. Dengan tingginya permintaan, pendapatan bersih Lubis kini mencapai Rp10–15 juta per bulan.
Ia mulai menekuni profesi ini pada 2022, setelah sebelumnya aktif sebagai pelukis mural dan wajah. “Kadang masih ada pesanan mural juga,” tuturnya sambil tersenyum.
Melestarikan Warisan Budaya
Bagi Lubis, menjadi pengrajin barong bukan sekadar mencari nafkah, melainkan bagian dari tanggung jawab menjaga warisan budaya bangsa. “Setiap helai bulu barong punya makna. Saya ingin mengenalkan seni tradisional Indonesia ke dunia lewat karya,” ucapnya penuh semangat.
Dari bengkel sederhana di pelosok Pangandaran, tangan kreatif Taufik Lubis membuktikan bahwa seni tradisi tak lekang oleh waktu — dan bisa menjadi jembatan antara kearifan lokal dan dunia global.





