Polres Kuningan Tangkap 17 Pelaku Kasus Narkoba Selama September–Oktober 2025

Para tersangka kasus narkotika saat konferensi pers di Polres Kuningan. Foto: Fahmi Labibinajib

KUNINGAN, TINTAHIJAU.com — Polres Kuningan berhasil membongkar jaringan peredaran narkoba di wilayah Kabupaten Kuningan selama September hingga Oktober 2025. Dari hasil operasi tersebut, polisi mengamankan 17 tersangka yang terlibat dalam 13 kasus penyalahgunaan narkotika berbagai jenis.

Kasat Reserse Narkoba Polres Kuningan, AKP Jojo Sutarjo, menjelaskan bahwa 13 kasus itu tersebar di sejumlah kecamatan, yakni 4 kasus di Kecamatan Kuningan, 3 kasus di Cigugur, 2 kasus di Cilimus, 2 kasus di Jalaksana, serta masing-masing satu kasus di Ciawigebang dan Luragung.

“Selama bulan September–Oktober ada 13 perkara dengan 17 tersangka di wilayah hukum Kuningan. Modus operandi yang digunakan para pelaku yakni sistem COD dan tempel,” ujar Jojo, Kamis (30/10/2025).

Dari total 17 tersangka, 16 di antaranya berjenis kelamin laki-laki dan satu orang perempuan. Polisi juga menyita barang bukti berupa 31 paket sabu seberat 18,85 gram, ganja 31,57 gram, tembakau sintetis (sinte/gorila) seberat 7,26 gram, serta 2.656 butir obat keras bebas terbatas.

Menurut Jojo, sebagian barang haram itu didapat dari Jakarta dan dikirim ke Kuningan menggunakan jasa travel gelap. “Beberapa narkotika didapatkan waktu tersangka berada di Jakarta. Mereka kemudian menitipkan barang melalui travel gelap,” ungkapnya.

Salah satu pelaku berinisial A (30), warga Desa Sukaraja, Kecamatan Ciawigebang, ditangkap dengan barang bukti enam paket sabu seberat 7,16 gram. Ia mengaku memperoleh barang tersebut dari seseorang di Kampung Ambon, Jakarta, yang kini masih dalam penyelidikan.

Jojo menambahkan, maraknya kasus narkoba di Kuningan dipicu oleh faktor pergaulan dan motif ekonomi. “Kebanyakan pelaku tergiur keuntungan dari menjual narkoba. Untuk mencegahnya, kami terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa,” ujarnya.

Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 435 dan/atau Pasal 436 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.