JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyoroti dugaan ketidakwajaran nilai proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang mencapai 7,27 miliar dolar Amerika Serikat. Menurutnya, angka tersebut terlalu tinggi dan seharusnya hanya berada di kisaran 4 miliar dolar AS.
Anthony menyebut sejak awal sudah banyak pihak menilai proyek prestisius itu dihantui kejanggalan, terutama saat pemerintah Indonesia memilih proposal Tiongkok (China) dibandingkan Jepang.
“Cara memenangkan pihak China juga ada indikasi kecurangan,” ujarnya seperti dilaporkan Kompas TV, Kamis (30/10/2025).
Ia mengungkapkan perhitungan biaya bunga (interest cost) seharusnya menjadi komponen penting sebelum menentukan mitra investasi. Berdasarkan analisisnya, bunga pinjaman dari Tiongkok mencapai 20 kali lipat dibandingkan penawaran Jepang — sekitar Rp 2 triliun per tahun versus Rp 75 miliar.
“Bunganya besar sekali, 34 kali lipat setelah pembengkakan biaya. Jepang hanya 0,1 persen, sedangkan China 3,4 persen,” ujar Anthony.
Lebih jauh, ia menduga terjadi mark up sekitar 2 miliar dolar AS serta pembengkakan biaya hingga 1,7 miliar dolar AS.
“Ini harus diselidiki lebih dalam, karena dampaknya sangat besar terhadap keuangan negara,” tegasnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan kasus dugaan korupsi proyek Whoosh masih dalam tahap penyelidikan. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan penyelidikan dimulai sejak awal 2025 dan masih berlangsung hingga kini.
“Kami masih fokus menemukan unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsi. Tahapnya masih penyelidikan,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, baru-baru ini.
Ketika ditanya apakah perkara ini berkaitan dengan kerugian negara atau gratifikasi, Budi belum bersedia memberikan detail.
“Termasuk siapa saja pihak yang dimintai keterangan, belum bisa kami sampaikan,” ujarnya.
KPK menegaskan akan terus menelusuri pihak-pihak yang memiliki informasi relevan untuk memperjelas persoalan ini.

 
									




