JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Pemerintah Indonesia mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Redenominasi Rupiah yang ditargetkan selesai pada tahun 2027. Langkah ini menjadi bagian dari program strategis Kementerian Keuangan untuk periode 2025–2029, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025.
“RUU tentang Perubahan Nilai Rupiah (redenominasi) merupakan rancangan yang dibawa dari periode sebelumnya dan direncanakan tuntas pada 2027,” demikian tertulis dalam peraturan tersebut.
Melalui beleid ini, pemerintah berencana menghapus tiga angka nol dari nominal rupiah tanpa mengubah daya belinya. Dengan demikian, nilai tukar dan harga barang tidak akan berubah, hanya penyebutannya yang disederhanakan — misalnya Rp1.000 menjadi Rp1.
Langkah redenominasi ini disebut bertujuan meningkatkan efisiensi ekonomi, memperkuat daya saing, serta menjaga momentum pertumbuhan nasional. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu menstabilkan nilai rupiah, mempertahankan daya beli masyarakat, dan meningkatkan kredibilitas mata uang Indonesia di tingkat nasional maupun global.
Rencana penghapusan nol pada rupiah sebenarnya bukan hal baru. Gagasan serupa telah muncul di beberapa pemerintahan sebelumnya. Bank Indonesia (BI) pun menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut.
Pada tahun 2023, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kesiapan bank sentral untuk mendukung program redenominasi, namun pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan politik nasional.
Sebelumnya, pada 2017, Deputi Gubernur BI saat itu, Mirza Adityaswara, menyebutkan bahwa proses redenominasi bisa memakan waktu hingga satu dekade dan memerlukan edukasi publik agar masyarakat tidak salah paham terhadap nilai tukar dan daya beli.
Dengan target penyelesaian pada 2027, pemerintah diharapkan dapat memastikan kesiapan regulasi, sosialisasi publik, serta stabilitas ekonomi sebagai landasan menuju pelaksanaan redenominasi yang efektif dan aman bagi seluruh lapisan masyarakat.





