BANDUNG, TINTAHIJAU.com— Jagat maya kembali memanas setelah pernyataan bernada rasis yang diucapkan Muhammad Adimas Firdaus alias Resbob viral dan memicu gelombang kemarahan dari berbagai kalangan. Dalam sebuah konten yang diunggahnya di media sosial, kakak dari Bigmo itu terdengar melontarkan cacian yang menyinggung fans klub sepak bola asal Bandung sekaligus menghina suku Sunda.
Dalam video yang beredar luas, Resbob mengucapkan kalimat kasar: “A***ng. Viking a***ng. Pokoknya semua Sunda a***ng!”* Ungkapan tersebut segera menuai kecaman keras dari masyarakat, tokoh publik, pejabat, hingga para selebritas yang menilai pernyataan itu sebagai ujaran kebencian dan tindakan provokatif yang tak dapat dibenarkan.
Protes bermunculan di berbagai platform. Gelombang kritik datang dari masyarakat Sunda yang merasa martabat suku mereka direndahkan. Sejumlah tokoh publik juga mengecam tindakan Resbob, mengingat ujaran bernuansa SARA ini berpotensi memecah belah harmoni sosial.
Mengetahui video tersebut memantik amarah publik, Resbob kemudian mengunggah permohonan maaf melalui akun TikToknya. Ia mengaku terkejut dapat mengucapkan perkataan seperti itu.
“Secara resmi saya merasa berkewajiban menyampaikan klarifikasi serta permohonan maaf terkait salah satu ucapan saya saat streaming di Surabaya pada waktu lalu… sungguh saya masih tidak percaya hal itu keluar dari mulut saya,” ujarnya.
Resbob menegaskan bahwa dirinya tidak mungkin membenci suku Sunda. Ia menjelaskan bahwa sejak usia dua tahun ia dibesarkan oleh ibu sambung berdarah Sunda asal Tasikmalaya. Ia juga menyebut memiliki hubungan dekat dengan tokoh agama asal Majalengka, Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, yang turut membimbingnya sejak kecil.
“Tidak ada sedikit pun kebencian terhadap orang Sunda,” tegasnya. Ia mengklaim perkataan tersebut diucapkan di luar kesadaran dan menyebut kejadian itu sebagai “kecelakaan murni.”
Meski begitu, permintaan maaf tersebut belum meredakan kemarahan publik. Warganet menilai tindakan Resbob terlalu berat untuk ditutup dengan permintaan maaf semata.
“Tidak ada kata maaf, harus hukum adat,” tulis salah satu pengguna.
“Saya sebagai orang Sunda, menolak permintaan maaf Anda,” komentar lainnya.
Hingga kini, tekanan publik masih menguat, dan banyak pihak mendorong agar kasus ini diproses secara hukum untuk memberikan efek jera. Sejumlah pengamat menilai bahwa insiden ini harus menjadi pengingat bahwa ujaran kebencian berbasis SARA tak hanya melukai kelompok tertentu, tetapi juga mengancam kerukunan masyarakat secara luas.











