BANDUNG, TINTAHIJAU.com – Festival Film Bandung (FFB) tahun 2024 menandai perjalanan panjang ajang penghargaan bergengsi ini, yang telah mencapai edisi ke-37. Di tengah dinamika perfilman Indonesia, FFB tetap hadir sebagai sarana apresiasi dan refleksi atas karya para sineas yang berusaha mengangkat tema kebangsaan di tengah arus produksi film yang semakin mengedepankan tren dan gaya komersial.
Tema utama FFB ke-37 tahun ini adalah “Film Indonesia Berwawasan Kebangsaan.” Dalam konteks ini, pertanyaan penting yang muncul adalah: Apakah karya-karya film Indonesia saat ini masih mengekspresikan semangat dan nilai-nilai kebangsaan? Regu Pengamat FFB mencatat bahwa meskipun tema kebangsaan masih diusung oleh beberapa sineas, apresiasi terhadap karya tersebut sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk produksi film yang mengedepankan kuantitas daripada kualitas substansial.
Menurut tulisan Ari Nurtanio di majalah khusus Festival Film Bandung, tren film horor yang menggunakan lagu anak-anak sebagai elemen pemanggil suasana mistis mencerminkan “gaya” yang mengabaikan makna asli lagu tersebut. Lagu-lagu tersebut awalnya diciptakan sebagai media interaksi sosial bagi anak-anak, sehingga terasa janggal ketika digunakan dalam konteks horor. Di sisi lain, Agustina K. Dewi menyoroti potensi genre art horror di Indonesia yang dianggap memiliki nilai sinematik tinggi karena kekayaan folklor, mitologi lokal, serta eksplorasi kecemasan sosial yang kuat.
Tren Produksi Film Nasional
Regu Pengamat FFB mencatat adanya peningkatan produksi film nasional dari tahun ke tahun, terutama sejak 2021. Pada periode 2023-2024, terdapat 138 judul film yang diobservasi, terdiri dari 114 film bioskop dan 24 film OTT. Dibandingkan dengan periode pandemi di tahun 2020-2021 yang hanya mencatat 90 judul, peningkatan ini menunjukkan kebangkitan kembali industri perfilman Indonesia. Namun, meskipun bioskop kembali aktif, produksi film untuk platform OTT justru menurun, meski sedikit meningkat pada tahun 2024 ini dengan 27 judul.
Keberagaman genre tetap menjadi ciri khas film Indonesia, mulai dari drama percintaan, keluarga, komedi, hingga horor yang kerap memadukan elemen budaya lokal. Film horor masih menjadi genre dominan, bahkan beberapa di antaranya menggabungkan unsur komedi yang memberikan warna berbeda. Walaupun begitu, semangat keindonesiaan tetap terjaga dalam setiap genre, mencerminkan wawasan kebangsaan yang menjadi fokus FFB tahun ini.
Pengamatan Serial Web dan Serial Televisi
Tiga tahun terakhir, empat platform OTT terbesar yang konsisten menyumbang serial web terbanyak adalah Genflix, WeTV, Vision+, dan Vidio. Namun, pada periode FFB 2024, posisi WeTV tergeser oleh Prime Video yang berhasil masuk dalam jajaran empat besar dengan persentase kontribusi 11,29%. Vidio tetap unggul dengan kontribusi sebesar 24,19%, diikuti oleh Vision+ dan Genflix. Meskipun jumlah serial web yang diamati pada tahun ini lebih sedikit dibanding periode sebelumnya, keberagaman platform semakin terlihat dengan adanya kontribusi dari Bioskop Online dan Catchplay+.
Untuk serial televisi, RCTI dan SCTV masih mendominasi dengan total 24 judul dari keseluruhan 32 serial yang diamati. Pengamatan pada kategori seni peran menunjukkan adanya persaingan ketat antara aktor muda pendatang baru dan aktor senior yang telah berkiprah di banyak judul sinetron. FFB menilai aktor-aktor ini tidak hanya mampu memainkan peran dengan baik, tetapi juga berhasil menjiwai karakternya melalui proses penjelmaan yang mendalam.
Tantangan dan Harapan Perfilman Indonesia
Melalui pengamatan yang dilakukan oleh Regu Pengamat FFB, keberagaman tema dan genre dalam film Indonesia menunjukkan bahwa sineas tanah air terus berupaya menghadirkan karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan wawasan kebangsaan bagi penontonnya. Meskipun demikian, apresiasi terhadap karya yang menonjolkan nilai-nilai kebangsaan sering kali terabaikan di tengah euforia film-film bergenre horor atau komedi yang lebih populer secara komersial.
Dengan tema “Film Indonesia Berwawasan Kebangsaan,” FFB ke-37 mengajak para sineas, produser, dan penonton untuk kembali mengedepankan semangat nasionalisme dalam karya-karya mereka. Diharapkan, perfilman Indonesia dapat terus berkembang tanpa melupakan jati diri dan kekayaan budaya yang menjadi identitas bangsa.
Festival Film Bandung ke-37 bukan sekadar ajang penghargaan, tetapi juga menjadi refleksi atas perjalanan panjang perfilman Indonesia yang terus mencari keseimbangan antara aspek komersial dan nilai kebangsaan yang luhur.

Penulis: Kin Sanubary | Foto: Agus Wahyudi