SUBANG, TINTAHIJAU.COM — Auditorium Subang Creative Center (SCC) terasa lebih hangat dari biasanya. Bukan karena cahaya lampu atau kepadatan penonton, tapi karena sebuah rasa yang tumbuh dari kebanggaan: karya anak-anak muda Subang berhasil merebut perhatian pemimpin daerah mereka.
Senin, 2 Juni 2025, adalah hari keempat pemutaran film pendek “Simpang Satu”, karya komunitas sineas muda Metamorfelas. Film berdurasi sekitar 30 menit itu bukan sekadar tontonan, melainkan refleksi—tentang pilihan, pertumbuhan, dan pertemuan anak muda Subang dengan tantangan zaman.
Yang membuat malam itu berbeda adalah kehadiran langsung Bupati Subang Reynaldy Putra Andita dan Wakil Bupati Agus Masykur Rosyadi. Di tengah rutinitas pemerintahan, mereka memilih untuk duduk di kursi penonton, menyaksikan langsung jerih payah para pemuda yang menggambarkan realita kampung halamannya dalam bentuk sinema.
Mimpi yang Mulai Menyala
Film Simpang Satu disutradarai oleh Zain Fasya, pemuda lokal yang membesarkan komunitas Metamorfelas bersama teman-temannya. Mereka bukan nama besar di dunia film. Mereka tak punya studio mewah atau alat canggih. Tapi mereka punya semangat dan keberanian—dua hal yang tak bisa dibeli.
“Film ini bukan tentang sempurna atau tidaknya gambar. Ini tentang bagaimana kami berani bercerita. Tentang bagaimana Subang juga punya suara,” kata Zain
Cineas muda ini menerangkan Film ini mengisahkan kegelisahan seorang remaja yang berada di persimpangan hidup—antara harapan, tekanan, dan identitas. Dalam kesederhanaannya, film ini berhasil menyentuh banyak orang. Mungkin karena setiap penonton pernah ada di titik itu—ragu, gamang, tapi ingin melangkah.
Dukungan Bukan Sekadar Simbolik
Apa yang terjadi setelah layar padam adalah bukti bahwa karya, jika tulus, akan menemukan jalannya. Bupati Subang, yang akrab disapa Kang Rey, naik ke panggung dan langsung menyatakan apresiasinya.
“Saya bangga sekali malam ini. Saya melihat bukan hanya film, tapi semangat anak-anak muda kita yang luar biasa,” ucap Kang Rey.
Tanpa banyak basa-basi, ia langsung mengumumkan bahwa Pemerintah Kabupaten Subang memberikan bantuan dana sebesar Rp20 juta untuk mendukung karya Metamorfelas.
“Ini bentuk kecil dari dukungan kami. Tapi percayalah, ke depan kami akan hadir lebih serius untuk mendampingi pertumbuhan ekonomi kreatif Subang,” tambahnya.
Tepuk tangan pecah. Bukan hanya karena uang yang diberikan, tapi karena kehadiran yang nyata. Sebab di banyak tempat, perhatian pemimpin terhadap dunia kreatif seringkali hanya sebatas retorika.
Simpang Itu Kini Lebih Terang
Metamorfelas bukan sekadar komunitas. Ia kini menjadi simbol harapan bagi anak-anak muda Subang lainnya. Bahwa siapa pun, dari sudut mana pun, punya kesempatan untuk bicara dan dihargai—asal mau mulai.
Film Simpang Satu mungkin akan selesai ditonton malam itu, tapi gaungnya tidak selesai begitu saja. Ia akan hidup di ruang-ruang diskusi, di kepala para pelajar yang mulai bermimpi membuat film, dan di kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih peduli pada kreativitas muda.
“Ini bukan akhir. Ini awal. Kami ingin lebih banyak anak muda yang tampil, yang berani berkarya dan menyuarakan pikirannya lewat seni,” kata Wakil Bupati Agus Masykur
Ketika Pemerintah Duduk di Kursi Penonton
Ada simbol besar dari sore itu, pemerintah yang tidak hanya berdiri di atas podium memberi arahan, tetapi duduk bersama, menonton karya rakyatnya, lalu berdiri untuk memberi dukungan. Simbol seperti ini bisa jadi sangat sederhana, tapi begitu kuat dampaknya bagi kepercayaan diri komunitas kreatif.
“Kalau saya boleh berharap kami ingin ini bukan jadi apresiasi terakhir. Kami ingin lahir ekosistem film lokal yang hidup. Kami ingin Subang punya identitas film yang kuat,” harapnya
Dan sore itu, tampaknya, simpang yang selama ini membingungkan mulai menemukan arahnya. Simpang Satu bukan hanya film. Ia adalah awal perjalanan anak-anak muda Subang menuju panggung yang lebih besar—dengan dukungan nyata dari para pemimpinnya.