
SUBANG, TINTAHIJAU.com – Radio merupakan salah satu sarana yang tak ternilai dalam membuka lembaran nostalgia masa lalu. Bagi sebagian orang, saat ini radio seringkali dianggap ketinggalan zaman terlebih ketika ia dibandingkan dengan teknologi komunikasi modern misalnya ponsel cerdas bersama aplikasi yang diusungnya, seperti pesan singkat atau aplikasi pesan instan seperti WhatsApp.
Akan tetapi, bagi generasi yang tumbuh di era sebelum 90-an, kenangan tentang radio, kartu pos, dan Kartu Pilihan Pendengar (Kartu Pilpen) masih menjadi bagian berharga dari masa lalu tersebut.
Pada masa itu, koneksi antarindividu tidak sama dengan apa yang kita alami saat ini. Handphone belum menjadi barang umum, pesan singkat (SMS) belum ada, dan WhatsApp jelas belum eksis seperti sekarang ini.
Oleh karena itu, kartu pos dan “kartu pilpen” atau kartu telepon koin memiliki peranan istimewa dalam menjaga komunikasi antara individu dan orang-orang yang kita cintai. Terlebih untuk kartu pilpen tadi, posisinya memiliki peranan penting lantaran mampu membuat para pendengar radio bisa melakukan interaksi dengan pendengar lainnya dimanapun mereka berada.
Kartu pilpen menjadi komoditas yang sangat berharga pada masanya. Biasanya, kartu ini dijual di agen-agen penjualan yang tersebar di wilayah tertentu. Harganya bervariasi, tetapi rata-rata sekitar Rp 100-200 perlembar. Walaupun mungkin terlihat kecil, kartu pilpen ini memiliki makna yang sangat besar dalam membangun koneksi antarpendengar radio dan menghadirkan momen kebahagiaan di tengah rutinitas sehari-hari.
Salah satu acara radio yang paling populer dan dicintai oleh para pendengar adalah “Pilihan Pendengar” atau “Music by Request” atau acara yang terkenal dengan slogannya, “Anda Meminta Kami Memutar (AMKM)”.
Acara-acara ini memberikan kesempatan bagi pendengarnya untuk memilih lagu-lagu yang mereka ingin dengar dan mengirimkan salam kepada teman, sahabat, atau orang-orang istimewa. Bagi banyak orang kala itu, aktivitas ini adalah momen yang tak terlupakan.
Karena adanya proses interaksi tersebut, radio selalu memiliki tempat istimewa dalam hati banyak orang, tidak hanya sebagai sumber informasi dan pengetahuan, tetapi juga sebagai sumber hiburan dan komunikasi realtime kendatipun hanya satu arah.
Bagi sejumlah orang, radio adalah teman setia dalam setiap momen hidup dan salah satu acara yang paling dicintai adalah “Pilihan Pendengar” atau Pilpen tadi. Acara ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menghadirkan kenangan manis yang tak terlupakan bagi banyak pendengar karena bisa mengirimkan salam atau menyapa pendengar lainnya.

Salah satu pendengar radio setia, ialah Kin Sanubary, dirinya telah memiliki hobi mendengarkan radio sejak masih duduk di sekolah dasar. Karena di masa itu, televisi masih menjadi barang mewah yang hanya dimiliki oleh segelintir orang.
Orang tua Kin Sanubary sering memutar drama radio legendaris salah satunya ialah “Butir-butir Pasir di Laut,” yang disiarkan oleh RRI sebagai radio resmi milik pemerintah.
Namun, di-akhir era 80-an, sebuah acara “Pilihan Pendengar” (Pilpen) dari Radio Warga Karya di Kota Bandung telah menarik perhatiannya.
Salah satu stasiun lain yang sering didengarkan oleh Kin Sanubary ialah Radio Gaya 792 yang mengudara pada gelombang AM 792 KHz, radio tersebut telah menjadi tempat pertama dimana Kin masuk pada dunia radio lebih dalam lagi.
Di sinilah ia berkenalan dengan nama penyiar idola seperti almarhum Teddy Jassin. Salah satu acara yang sangat disukai Kin di radio ini ialah “Suka-suka”, di acara ini pendengar bisa memilih lagu kesayangan mereka dan mengirimkan salam kepada orang-orang terdekat bahkan seorang yang istimewa alias kekasih.
Kin Sanubary kemudian bergabung dengan acara “Suka-Suka” dan memiliki nama udara Mister Kin di radio tersebut. Namanya semakin dikenal dan ia pun muncul di berbagai acara lain seperti “Feb Show” dan “Radio Hits” yang dipandu oleh penyiar muda kala itu, beberapa diantaranya ialah Teh Febry Meuthia bersama dengan Mas Harry Darwinsyah.
Selain itu, ada juga acara keluarga seperti “Pelangi” yang dipimpin oleh Mbak Indah Soenoko dan acara “Mustika” yang digawangi oleh Kang Abbas Muhammad Achjar. Semua ini membentuk kenangan indah yang tak terlupakan bagi Kin.
Dengan bantuan kartu pos dan kartu atensi, nama Kin Sanubary akhirnya mengembara ke berbagai stasiun radio di Bandung, Jakarta dan bahkan radio mancanegara melalui siaran gelombang pendek (SW).
Momen-momen ini adalah bagian berharga dari kehidupan radio di masa itu dan masih meninggalkan jejaknya hingga hari ini. Kisah Kin Sanubary adalah contoh nyata bagaimana radio, melalui acara “Pilihan Pendengar (Pilpen)” tadi mampu menghubungkan orang-orang dan menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Radio bukan hanya media informasi dan hiburan, tetapi juga wadah untuk menjalin persahabatan, berbagi lagu kesayangan dan saling mengirimkan salam kepada sahabat da orang-orang yang kita cintai.
Mengingat kenangan ini, penting untuk tidak melupakan kejayaan radio dan kartu pilihan pendengar (kartu pilpen) yang telah membentuk sebagian besar cerita hidup kita dan orang-orang yang pernah melaluinya di masa itu.
Bagi generasi milenial, cerita-cerita tentang radio dan kartu pilpen mungkin terasa ‘is so yesterday’, tetapi itu semua memiliki nilai-nilai dan mengandung kenangan yang tak ternilai bagi banyak orang yang pernah mengalaminya.
Nostalgia adalah cara untuk menghormati warisan ini dan merayakan kelebihan radio dalam menjaga koneksi manusia pada masa lalu yang penuh kenangan.[]
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com