BANDUNG, TINTAHIJAU.com — Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang kerap melupakan akar budaya, Warna Panggung hadir sebagai penjaga cahaya tradisi. Pada 21 dan 22 Februari 2025, kelompok teater ini sukses menggelar beberapa drama pendek berbahasa Sunda di Bale Rumawat Padjadjaran, Universitas Padjadjaran, Bandung. Dengan arahan sutradara Rinrin Candraresmi, pementasan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga upaya nyata dalam melestarikan bahasa dan sastra Sunda.
Pagelaran ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, bekerja sama dengan Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Unpad. Dengan tema Nyungsi Rinéka Karya Sastra Sunda, pementasan ini menyajikan berbagai kisah yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Sunda, yang diperankan oleh para seniman dari Warna Panggung. Semua cerita dipentaskan dalam bahasa Sunda, menjadikannya sebagai ruang apresiasi bagi sastra dan budaya lokal.

Bale Rumawat Padjadjaran yang menjadi saksi bisu pementasan ini, telah berdiri kokoh selama 17 tahun dan menjadi wadah bagi lebih dari seratus pertunjukan seni. Sebelum pentas ini, pementasan wayang golek menjadi acara budaya ke-100 yang diselenggarakan di tempat ini. Prof. Dr. Ganjar Kurnia, mantan Rektor Unpad sekaligus inisiator pendirian Bale Rumawat, menegaskan bahwa gedung ini memiliki peran strategis dalam mengembangkan seni dan budaya, serta sebagai ruang bagi akademisi dan masyarakat untuk berdiskusi dan berkarya.
Pada hari kedua pementasan, Sabtu, 22 Februari 2025, acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh budaya dan sastra Sunda, termasuk Prof. Dr. Ganjar Kurnia beserta istri, Dr. Riadi Darwis, Abdullah Mustappa, Cecep Burdansyah, dan masih banyak lagi. Hadir pula para sastrawan Sunda ternama seperti Aam Amilia, Étti RS, dan Dian Hendrayana, yang karyanya turut dipentaskan dalam acara ini.
Beberapa drama pendek yang dipentaskan antara lain Sisindiran Mieling Poe Basa Indung, Tumang, Ngeunteung, Talaga, Samagaha, Kaca-Kaca Pareupeus, Ka Mana Jalan ka Bulan, Bapa Terus Nimba, Kuring Maung Bayangan, serta Sunda dan Urang Teh Nuju Ngantosan. Semua cerita ini menampilkan nilai-nilai kehidupan, refleksi sosial, dan kearifan lokal yang menjadi ciri khas sastra Sunda.

Eka CW, selaku Pimpinan Produksi Warna Panggung, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya pergelaran ini. Ia berharap acara ini dapat terus menjadi ajang apresiasi sastra Sunda dan menginspirasi generasi muda untuk mencintai serta melestarikan budaya sendiri.
Dalam dunia yang terus bergerak maju, mempertahankan warisan budaya adalah sebuah tanggung jawab. Pementasan ini bukan hanya sekadar pertunjukan, melainkan jembatan yang menghubungkan generasi, merawat bahasa, dan menghidupkan kembali kisah-kisah yang sarat makna. Semoga panggung seni seperti ini terus hadir, menjadi lentera yang menerangi perjalanan budaya kita ke masa depan.

Penulis: Kin Sanubary